< Previous41Ilmu Pengetahuan AlamPembelajaran dengan discovery learning direkomendasikan untuk digunakan guru dalam pembelajaran IPA didasarkan beberapa fakta dan hasil penelitian yang menunjukkan kelebihan discovery learning. Berikut beberapa kelebihan discovery learning yang menjadi pertimbangan untuk digunakannya dalam pembelajaran IPA.1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung pada cara belajarnya.2) Pengetahuan yang diperoleh peserta didik relatif mudah diingat karena didasarkan pada pengalaman belajar yang disukai 3) Menimbulkan rasa senang pada peserta didik karena tumbuhnya rasa ingin tahu untuk menyelidiki dan memperoleh keberhasilan4) Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatan belajarnya sendiri.5) Mengarahkan kegiatan belajar peserta didik secara mandiri dengan melibatkan kemampuan berpikir dan motivasi belajarnya.6) Membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.7) Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai peserta didik dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.8) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.9) Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.10) Mengembangkan bakat dan minat peserta didik dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.b. Prosedur Pembelajaran dengan Discovery LearningDiscovery learning merupakan pembelajaran yang mengutamakan bimbingan dan motivasi peserta didik untuk mengeksplorasi informasi dan konsep, membangun pengetahuan baru, dan menerapkan pengetahuan baru dalam konteks kehidupan sehari-hari. Melalui discovery learning, guru dapat membelajarkan peserta didik dengan lebih cepat dan mencapai level kemampuan berpikir tingkat tinggi jika dibanding pembelajaran konvensional yang mengutamakan metode ceramah.Rancangan pembelajaran dengan discovery learning memberikan pengalaman belajar yang lebih tinggi dan interaktif, menggunakan cerita, permainan, simulasi, peta visual dan teknik lainnya untuk menarik perhatian dan rasa ingin tahu peserta didik, dan mengarahkan peserta didik pada proses penemuan dengan cara berpikir, tindakan dan perilaku baru. Peserta didik tidak hanya dilibatkan dalam pembelajaran, tetapi peserta didik juga lebih lama mengingat materi yang dipelajari.42Buku Guru Kelas IX SMP/MTsPetunjuk UmumBeberapa sumber menyatakan bahwa discovery learning digambarkan sebagai “learning by doing”. Discovery learning mengajak peserta didik pada situasi yang mengajak peserta didik untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman lama untuk memecahkan masalah yang diberikan. Discovery learning juga merupakan pembelajaran berbasis inkuiri yang mendorong peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru dengan eksplorasi, eksperimen dan serangkaian kegiatan lainnya yang menantang.Langkah-langkah pembelajaran dengan discovery learning tidak terikat pada prosedur tertentu, tetapi bersumber pada beberapa literatur. Berikut beberapa langkah yang sering digunakan sebagai prosedur discovery learning.1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi jawaban agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi materi ajar. Dalam hal ini, Bruner memberikan stimulasi dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong peserta didik melakukan eksplorasi. Dengan demikian, seorang guru harus menguasai teknik-teknik bertanya atau stimulus kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk mengeksplorasi dapat tercapai.2) Problem Statement (Identifikasi Masalah) Pada langkah ini guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah, 2004:244). Berdasarkan permasalahan yang dipilih, peserta didik merumuskan pertanyaan atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. 3) Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan 43Ilmu Pengetahuan Alamnara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.4) Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244), pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Berdasarkan generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian masalah yang perlu mendapat pembuktian secara logis.5) Verification (Pembuktian) Pada tahap ini peserta didik melakukan penyelidikan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification, menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi, peserta didik merumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan, peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.44Buku Guru Kelas IX SMP/MTsPetunjuk Umumc. Contoh Implementasi Pembelajaran dengan Discovery LearningContoh pembelajaran dengan menggunakan Discovery Learning ini diambil dari materi yang akan dipelajari peserta didik pada bab Kependudukan dan Lingkungan bagian Dampak Peningkatan Jumlah Penduduk terhadap Masalah Lingkungan. Peserta didik dihadapkan pada situasi yang menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri peserta didik, sehingga terdorong untuk menemukan jawabannya. Berikut ini akan dipaparkan secara rinci kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Discovery Learning pada materi Dampak Peningkatan Jumlah Penduduk terhadap Masalah Lingkungan.Tabel 2.5 Langkah-langkah Pembelajaran Discovery Learning pada Materi Dampak Peningkatan Jumlah Penduduk terhadap Masalah LingkunganTahapanDeskripsi KegiatanTahap Stimulasi dan Identifikasi Masalah Guru menyampaikan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan pada pertemuan saat itu, yaitu peserta didik akan belajar dengan discovery learning. Peserta didik dihadapkan pada konflik kognitif, misalnya (1) gambar aktivitas penduduk di sungai yang kotor dan sungai yang bersih; (2) pemukiman yang dekat dengan timbunan sampah dan pemukiman yang bersih dan sehat; atau gambar perkotaan yang penuh dengan gedung pencakar langit dan pedesaan yang asri. Peserta didik dikelompokkan menjadi 6 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 5-6 orang. Kelompok 1 dan 2 mempelajari dampak pertumbuhan penduduk terhadap ketersediaan air bersih; kelompok 3 dan 4 mempelajari dampak pertumbuhan penduduk terhadap pencemaran lingkungan; kelompok 5 dan 6 mempelajari dampak pertumbuhan penduduk terhadap ketersediaan ruang. Setiap kelompok ditugaskan untuk merumuskan masalah dan menyusun hipotesis sesuai dengan topik yang dipelajari.Tahap Pengumpulan Data Peserta didik ditugaskan menemukan data atau informasi melalui berbagai sumber yang mendukung dan tidak mendukung dampak pertumbuhan penduduk terhadap berkurangnya ketersediaan air bersih, meningkatnya pencemaran lingkungan, dan berkurangnya ketersediaan ruang.Tahap Pengolahan Data dan Pembuktian Peserta didik melakukan penyelidikan untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan (melakukan aktivitas 3.2, 3.3, dan 3.4). Data atau informasi yang diperoleh melalui berbagai sumber tadi dihubungkan dengan data aktivitas 3.2, 3.3, dan 3.4.45Ilmu Pengetahuan AlamTahapanDeskripsi KegiatanMenarik Kesimpulan/Generalisasi Berdasarkan data atau informasi dari berbagai sumber dan data aktivitas (3.2, 3.3, dan 3.4), peserta didik melakukan generalisasi atau simpulan. Peserta didik menyiapkan laporan untuk dipresentasikan di depan kelas. Guru melakukan klarifikasi hasil diskusi kelas.3. Pembelajaran Creative Problem SolvingTuntutan untuk menjadikan peserta didik mampu menemukan dan memecahkan masalah dengan baik telah menjadi tema sentral dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA hendaknya memuat pemecahan masalah sebagai bagian utama semua aspek aktivitasnya. Guru hendaknya mengajak peserta didik untuk menemukan masalah dan mencari alternatif pemecahan masalah kepada peserta didik tentang masalah-masalah yang “kaya”, masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, dan masalah yang menantang kreativitas peserta didik. Masalah yang menantang kreativitas peserta didik membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang di antaranya kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving skills) merupakan proses mental yang mencakup tindakan yang menemukan, menganalisis, dan menyelesaikan masalah (Cherry, 2011). Pemecahan masalah juga merupakan pendekatan prosedural atau analitik yang mengutamakan pengembangan kemampuan berpikir (Santrock, 2005).Salah satu tujuan pemecahan masalah adalah menghilangkan penghalang dan menemukan solusi yang terbaik. Pemecahan masalah bukan merupakan topik tersendiri, melainkan menyatu dalam proses pembelajaran. Pemecahan masalah merupakan cara efektif untuk mengeksplorasi ide-ide baru. Menurut Funke (2001), pada awal 1900-an, pemecahan masalah dipandang sebagai aktivitas yang bersifat mekanistis, sistematis, dan sering diasosiaskan dengan suatu konsep yang abstrak. Dalam konteks ini, masalah yang diselesaikan adalah masalah yang bersifat terbuka dan diperoleh melalui proses yang melibatkan berbagai cara atau metode. Aspek pemecahan masalah inilah yang melatarbelakangi pembelajaran Creative Problem Solving. Bagian ini akan membahas pengertian, alasan penggunaan, prosedur dan contoh pembelajaran dan penilaian pembelajaran dengan Creative Problem Solving.a. Creative Problem Solving (CPS)Menurut teori belajar kognitif, pemecahan masalah dipandang sebagai aktivitas mental yang melibatkan keterampilan kognitif kompleks. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kirkley (2003) yang menyatakan bahwa 46Buku Guru Kelas IX SMP/MTsPetunjuk Umumpemecahan masalah melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi. Pemecahan masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu (heuristik), yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi suatu masalah (Nakin, 2003). Pemecahan masalah juga merupakan proses mensintesis berbagai konsep, aturan, atau rumus untuk memecahkan masalah Gagne (Kirkley, 2003). Pengertian pemecahan masalah ini mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu masalah menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah. Hal ini berbeda dengan pendapat Brownell (McIntosh, 2000) yang menyatakan bahwa suatu masalah belum dikatakan telah diselesaikan hanya karena telah diperolehnya solusi dari masalah itu. Menurutnya, suatu masalah baru benar-benar dikatakan telah diselesaikan jika individu telah memahami hal-hal yang ia kerjakan, yakni proses pemecahan masalah dan mengetahui alasan bahwa solusi yang telah diperoleh tersebut sesuai. Dalam konteks pembelajaran IPA, pemecahan masalah difungsikan sebagai tahap mengelaborasi suatu konsep. Peserta didik diberi kesempatan untuk menerapkan prinsip-prinsip atau pengetahuan IPA ke dalam situasi masalah nyata. Dengan kata lain, peserta didik belajar IPA melalui aktivitas pemecahan masalah. Masalah difungsikan sebagai pemicu bagi peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Menurut McIntosh (2000), pemecahan masalah mempunyai berbagai peran, yaitu 1) pemecahan masalah sebagai konteks (problem solving as a context), yakni memfungsikan masalah untuk memotivasi peserta didik belajar IPA, 2) pemecahan masalah sebagai keterampilan (problem solving as a skill) yang merujuk pada kemampuan kognitif peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah, dan 3) pemecahan masalah sebagai seni (problem solving as an art), yakni memandang pemecahan masalah sebagai seni menemukan (art of discovery). Tujuan pembelajaran pemecahan masalah IPA adalah mengembangkan kemampuan untuk menjadi cakap dan antusias dalam memecahkan masalah, serta menjadi pemikir yang independen yang mampu menyelesaikan masalah terbuka (open ended problem).Pemecahan masalah yang melibatkan proses kreatif disebut pemecahan masalah kreatif (Creative Problem Solving). Creative Problem Solving pertama kali diperkenalkan oleh Alex Osborne sehingga Creative Problem Solving ini dikenal juga dengan nama The Osborne-Parnes Creativity Problem Solving Models. Sementara itu, menurut Treffinger (2005) model Creative Problem Solving disebut sebagai model konseptual, dengan tiga komponen proses, yaitu 1) memahami tantangan; 2) menghasilkan gagasan; dan 3) menyiapkan tindakan. Komponen-komponen proses tersebut terdiri atas enam tahap yang menekankan adanya keseimbangan dalam menggunakan 47Ilmu Pengetahuan Alamkemampuan berpikir kreatif dan kritis. Tiga komponen utama dalam CPS yang saling berkaitan (membentuk siklus), dapat dilihat pada Gambar 2.2. Komponen memahami tantangan merupakan suatu upaya sistematis untuk menegaskan, membangun atau berfokus pada suatu usaha pemecahan masalah. Komponen proses kedua yakni menghasilkan gagasan merupakan suatu tahap menghasilkan banyak pilihan yang bervariasi dan tidak biasa sebagai respons terhadap masalah yang ada. Komponen proses ketiga adalah menyiapkan tindakan, yakni suatu tahap untuk membuat keputusan dan mengembangkannya atau untuk memperkuat alternatif solusi yang telah dipilih, dan untuk merencanakan keberhasilan implementasi aksi. Understanding the Challenge (Memahami Tantangan)Preparing for the Action (Mempersiapkan Tindakan)Generating Ideas(Menghasilkan Gagasan)ProsesPerencanaanSumber: Treffiinger dan Isaksen., 2005aGambar 2.2 Komponen CPSPada Gambar 2.2 terdapat tiga komponen CPS yang semuanya bermula dari adanya proses merencanakan dan saling berkaitan satu sama lain. Proses merencanakan ini meliputi proses memahami tantangan, kemudian dilanjutkan dengan menghasilkan ide agar dapat mempersiapkan rencana tindakan yang akan diambil untuk memecahkan masalah. Cassalia (2010) menyebutkan kelebihan model pembelajaran Creative Problem Solving “Through the Creative Problem Solving model the students gained a deep understanding of basic economic principles while solving a real-world problem. This model allowed the students to grapple with difficult subject matter in a friendly and challenging manner”. Model pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan pemahaman peserta didik, melatih peserta didik dalam memecahkan masalah kehidupan, serta memungkinkan peserta didik untuk terbiasa berhubungan dengan materi pelajaran yang sulit dan menantang. Kelebihan dari pembelajaran ini menurut Treffinger (2005) adalah 1) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memahami konsep-konsep fisika dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan, 2) membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran, 3) mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mencari arah-arah penyelesaiannya, 4) mengembangkan kemampuan peserta 48Buku Guru Kelas IX SMP/MTsPetunjuk Umumdidik untuk mendefinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, serta membangun hipotesis dan percobaan, dan 5) membuat peserta didik dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.Pembelajaran CPS berakar pada pengembangan kreativitas. Kreativitas peserta didik dibangun melalui brainstorming yang menekankan siklus proses mengulang dan melengkapi secara berkelanjutan dari diverge-converge-diverge-converge. Pada CPS ada beberapa tahapan yang difokuskan pada penemuan masalah (problem-finding), penemuan gagasan (idea-finding), dan penemuan tindakan (action-finding). Secara rinci, tahapan dalam CPS mencakup enam tahap dapat dilihat pada Tabel 2.6. Problem solving atau pemecahan masalah merupakan bagian dari CPS. CPS menurut Pepkin (2000:63) adalah pembelajaran yang menunjukkan cara untuk menemukan solusi dan merepresentasikan suatu masalah secara kreatif. Osborne dalam Rosalin (2008:58) mengatakan bahwa CPS mempunyai empat prosedur yaitu sebagai berikut. 1) Menemukan fakta, melibatkan penggambaran masalah, serta mengumpulkan dan meneliti data atau informasi yang bersangkutan. 2) Menemukan gagasan, berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi gagasan tentang strategi pemecahan masalah. 3) Menemukan solusi, yaitu proses evaluatif sebagai puncak pemecahan masalah. 4) Kreatif memiliki dua fase dalam pemecahan masalah menurut Von Oech (Pepkin, 2000:63), yaitu fase imajinatif (gagasan strategi pemecahan masalah diperoleh) dan fase praktis (gagasan dievaluasi dan dilaksanakan). Proses pemecahan masalah dapat menggunakan cara seperti yang dikemukakan George Polya. Menurut Polya (Alfied, 2011) ada empat langkah yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah.1) Memahami masalah (understanding of problem) mencakup langkah: a) mengungkap data yang belum diketahui, data yang telah diketahui, dan persyaratan yang dituntut; b) memperhitungkan kemampuan memenuhi persyaratan yang dituntut dan ketercukupan prasyarat dalam mengungkap data yang belum diketahui; c) merancang sketsa pemecahan masalah, termasuk menentukan simbol dan notasi yang sesuai, dan d) merinci dan menuliskan kembali kondisi yang ada.2) Menyusun perencanaan (revising a plan) berupa langkah: a) menemukan kaitan antara data yang diketahui dengan yang tidak diketahui; b) mengingat permasalahan yang sama atau mirip dengan 49Ilmu Pengetahuan Alammasalah yang dihadapi sekarang; c) mengingat permasalahan yang terkait dan menemukan konsep yang dapat digunakan; d) bila telah menemukan permasalahan yang terkait, memanfaatkan cara yang sama untuk menyelesaikan permasalahan, dan e) mengungkap kembali permasalahan dengan kalimat sendiri. Tabel 2.6 Tahapan dalam Creative Problem Solving (CPS)DivergenMess FindingData FindingProblem FindingIdea FindingSolution FindingAcceptance FindingKonvergenUnderstanding the ProblemD : Mencari berbagai kemungkinan untuk memecahkan masalah.K : Menentukan secara luas tujuan umum untuk memecahkan masalah. D : Memeriksa beberapa detail, melihat beberapa ketidakteraturan dari beberapa sudut pandang.K : Menentukan data yang paling penting sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah.D : Memikirkan beberapa kemungkinan pernyataan masalah.K : Menentukan atau memilih pernyataan masalah yang spesifik.Generating IdeasD : Menciptakan berbagai ide yang beragam dan tidak biasa.K : Mengidentifikasi pilihan yang paling mungkin dilakukan, alternatif atau pilihan yang memiliki potensi menarik. Planning for ActionD : Mengembangkan kriteria/standar untuk menganalisis pilihan yang mungkin dilakukan.K : Memilih kriteria dan menerapkannya untuk memilih, menguatkan, dan mendukung solusi masalah yang telah dirumuskan. D : Memikirkan kemungkinan sumber yang dapat membantu atau melawan kemungkinan aksi yang diimplementasikan. K : Memformulasikan rencana spesifik untuk melaksanakan aksi. (Sumber: Isaksen, 2013)50Buku Guru Kelas IX SMP/MTsPetunjuk Umum3) Melaksanakan rencana (carrying out the plan). Saat pelaksanaan, hal yang perlu diperhatikan yaitu: a) memeriksa ketepatan setiap langkah yang dijalankan dan b) membuktikan ketepatan setiap langkah.4) Memeriksa kembali (looking back). Langkah ini merupakan langkah terakhir berupa kegiatan: a) memeriksa ketepatan hasil dan ketepatan argumen yang telah disusun; b) mencoba menemukan prosedur yang berbeda; c) memastikan ketepatan prosedur, dan metode yang digunakan untuk permasalahan yang lain.Creative Problem Solving didasarkan pada penyelesaian masalah, dalam hal ini peserta didik diajak menemukan dan menyelesaikan masalah. Proses penemuan dan penyelesaian masalah ini dilandasi oleh teori belajar kognitif seperti yang dikemukakan David Ausubel. Teori Ausubel yang dikenal adalah belajar bermakna (meaningfull learning). Makna tercipta melalui kesamaan representasi bahasa (simbol) dan konteks mental yang melibatkan dua proses belajar yaitu proses menerima dan menemukan. Proses menerima digunakan dalam proses verbal secara bermakna, proses menemukan digunakan dalam proses pembentukan konsep dan proses pemecahan masalah. Teori lain yang mendasari CPS adalah pemikiran Bruner. Bruner mengemukakan teorinya atas dua asumsi. Pertama, perolehan pengetahuan merupakan proses interaktif, artinya orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan terjadi pada diri individu dan lingkungannya. Kedua, seseorang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang telah dimilikinya. Proses pemecahan masalah dengan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang dikonstruksi membutuhkan proses berpikir kreatif. Terdapat keterkaitan antara berpikir kreatif dan pemecahan masalah. Keterkaitan itu dapat dilihat dari beberapa definisi kemampuan berpikir kreatif. Misalnya, Hwang dkk (2007) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif sebagai keterampilan kognitif untuk memberikan solusi terhadap suatu masalah atau membuat sesuatu yang bermanfaat atau sesuatu yang baru dari hal yang biasa. Menurut Shapiro (Nakin, 2003), kemampuan berpikir kreatif sebagai proses asosiasi dan sintesis berbagai konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Menurut Krutetski (Park, 2004) memandang berpikir kreatif sebagai suatu pendekatan untuk menemukan solusi masalah dengan cara yang mudah dan fleksibel. Tampak bahwa ketiga definisi di atas memandang berpikir kreatif sebagai kemampuan pemecahan masalah. Bahkan secara lebih tegas Nakin (2003) memandang berpikir kreatif sebagai proses pemecahan masalah. Next >