< PreviousManajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 435batkan diare berdarah pada ma-nusia. Selain itu, patogen ini da-pat menyebabkan uremia hemoli-tik, yang ditandai dengan trom-bositopenia, anemia hemolitik, dan gagal ginjal akut terutama pada anak-anak. Salmonelosis merupakan penya-kit yang diakibatkan oleh cemar-an Salmonella dan dapat menye-babkan rematik, meningitis, ab-ses limpa, pankreatitis, septike-mia, dan osteomielitis. Salmo-nella banyak dijumpai pada ba-han pangan yang sudah mem-busuk. Kasus ’jack in the box’ yang menghebohkan telah terjadi di AS pada tahun 1992. Peristiwa tersebut terjadi karena E. Coli mencemari keju yang digunakan untuk membuat chesseburger. Akibat pencemaran tersebut, 73 000 penduduk mengalami sakit karena keracunan dan beberapa diantaranya meningga, terutama anak-anak. 18.4. Pencegahan Cemaran Patogen Untuk mengatasi kerugian yang diakibatkan oleh pencemaran mi-kroba, sebaiknya dilakukan upa-ya pencegahan. Upaya untuk mencegah cemaran mikroba pa-da bahan pangan dapat dilaku--kan dengan memahami terlebih dahulu mengenai interaksi antara bahan pangan dengan aktivitas manusia (Gambar 18.3). Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 436 Gambar 18.3. Mikroba pada bahan pangan dan dampaknya pada kesehatan manusia Sumber : Rahayu 2006 Jaringan bahan pangan melibat-kan berbagai pihak yang saling berinteraksi, yaitu produsen/pe-ngolah, distributor, pengecer/food service dan konsumen. Dalam jaringan bahan pangan tersebut, setiap individu mempunyai peran yang penting dalam menjaga ke-amanan pangan. Produsen (terdiri dari petani, pe-ternak, nelayan) merupakan sum-ber bahan pangan. Pengolah de-ngan teknologi yang dimiliki akan mengawetkan bahan pangan agar masa simpannya lebih lama atau mengolah bahan pangan menjadi produk pangan yang siap dikonsumsi. Dalam menghasil-kan bahan pangan, produsen dan pengolah diharapkan dapat me-nerapkan cara-cara berproduksi yang baik (good manufacture practices) sehingga produk yang dihasilkan aman dan sehat dikonumsi. Distributor memiliki peran dalam memindahkan bahan pangan dari satu tempat ke tempat lain. Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 437Distributor juga memiliki peran sebagai penyimpan bahan pa-ngan untuk digunakan diwaktu la-in. Selanjutnya bahan pangan akan sampai ke konsumen melalui peranan pengecer (pedagang) atau food service (rumah makan, pengusaha jasa boga, restoran, warung makan dan sebagainya). Produsen Pengecer Distributor Konsumen Pengolah Food Service Gambar 18.4. Jaringan Bahan Pangan Sumber : digambar ulang dari Djaafar dan Rahayu, 2007 Dalam jaringan bahan pangan, pemerintah berperan sebagai penentu kebijakan yang berkaitan dengan keamanan pangan serta mengawasi pelanggaran atau pe-nyalahgunaan peraturan yang su-dah ditetapkan. Berdasarkan peran tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1996 yang menyata-kan pangan yang beredar harus-lah tidak membahayakan konsu-men. Undang-undang tersebut diikuti dengan Peraturan Peme-rintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan. Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi sangat pen-ting peranannya bagi pertumbu-han, kesehatan, dan peningkatan kecerdasan masyarakat. Keamanan bahan pangan harus diperhatikan mulai dari tahap budidaya hingga pangan tersebut siap disantap. Penerapan sistem keamanan pangan pada setiap tahap produksi harus dilakukan dengan baik agar pangan yang dikonsumsi benar-benar aman (Gambar 18.5). Pada tahap kegiatan budidaya atau penangkap ikan perlu diterapkan Good Farming Practi-ces (GFP) atau Good Catching Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 438Practices (GCP). Selanjutnya pa-da tahap pascapanen dilakukan Good Handling Practices (GHP). Begitu pula pada tahap pengo-lahan, penerapan Good Manu-facture Practices (GMP) sangat diperlukan, dan pada tahap dis-tribusi harus diterapkan Good Distribution Practices (GDP) agar produk pertanian maupun pangan sampai ke konsumen dalam kea-daan aman. Gambar 18.5. Skema penerapan sistem keamanan pangan pada setiap tahapan produksi Sumber : Djaafar dan Rahayu, 2007 Tahapan-tahapan tersebut telah dilaksanakan oleh industri pengo-lahan pangan berskala besar. Akan tetapi, untuk industri kecil dan skala rumah tangga, taha-pan-tahapan tersebut belum di-laksanakan. Apabila sistem atau peraturan tentang sanitasi dan higiene bahan pangan telah dite-rapkan dengan baik maka perat-uran tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan praktek budidaya maupun pengoolah lahan pangan untuk meningkatkan keamanan pa-ngan. Pencegahan cemaran juga dapat dilakukan memperhatikan bebe-rapa hal yang dianggap perlu dalam mempersiapkan pangan yang aman untuk disantap (Murdiati, 2006), yaitu: Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 4391. Memasak bahan pangan secara merata dengan suhu minimum 70oC. Bahan pa-ngan yang disimpan beku sebaiknya dicairkan terlebih dahulu agar proses pemasa-kan berlangsung secara sem-purna. 2. Segera mungkin untuk meng-konsumsi pangan setelah di-masak. Apabila pangan ter-paksa dipersiapkan sebe-lumnya (4−5 jam lebih awal), pangan disimpan panas pada suhu 60oC atau disimpan di-ngin pada suhu sekitar 10oC. 3. Jangan menyimpan pangan yang masih panas dalam jum-lah banyak dalam pendingin karena bagian tengah pangan tidak dapat menjadi dingin sehingga mikroba tetap dapat berkembang biak. 4. Memanaskan kembali pangan olahan atau pangan yang disi-mpan karena proses pe-nyimpanan hanya dapat me-nghambat pertumbuhan bak-teri, tidak mematikan bakteri. 5. Menghindarkan kontak antara pangan mentah dengan pang-an yang sudah diolah dan pe-ralatan yang digunakan. Mi-salnya pisau untuk memotong daging mentah tidak diguna-kan untuk memotong daging yang sudah diolah secara bersamaan. 6. Biasakan untuk mencuci ta-ngan sebelum mengolah pa-ngan dan setiap ganti tahap-an, terutama setelah memper-siapkan daging atau ayam mentah, dan hendak memper-siapkan pangan yang lain. Juga apabila proses pengo-lahan harus terhenti karena pekerjaan lain. 7. Menghindarkan pangan dari serangga, tikus atau hewan lain yang kemungkinan mem-bawa mikroba patogen. Pa-ngan sebaiknya disimpan da-lam wadah tertutup. 8. Usahakan tidak mencampur dan mengolah sisa pangan dengan pangan yang baru, terutama bahan pangan asal ternak, karena dapat menjadi sumber mikroba yang dapat menyebabkan penyakit. 9. Membeli bahan pangan yang segar. Bahan pangan asal ternak yang dijual tanpa fasi-litas pendingin mudah terce-mar oleh mikroba pembusuk. Apabila tidak memungkinkan membeli produk segar, seba-iknya membeli produk yang sudah diolah. 10. Menggunakan air yang bersih untuk mengolah pangan. Air untuk mengolah pangan sa-ma pentingnya dengan air untuk minum. Bila meng-gunakan air yang tercemar akan menyebabkan pangan yang diolah juga menjadi tercemar. Walau sepuluh anjuran tersebut ditujukan untuk mempersiapkan semua jenis pangan, apabila diperhatika terutama sangat pen-ting dalam mempersiapkan pro-Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 440duk pangan dari bahan pangan asal ternak. Agar anjuran dalam kese-puluh golden rules tersebut mu-dah dipahami oleh konsumen dan dalam upaya meningkatkan kesa-daran masyarakat, WHO membu-atnya lebih ringkas menjadi five keys to safe food (lima kunci untuk keamanan pangan). WHO juga menuangkannya dalam ben-tuk poster agar mudah di-me-ngerti oleh masyarakat konsu-men terutama yang memper-siapkan pangan di dapur. Lima kunci keamanan pangan tersebut memuat pokok aturan yang intinya ada dalam golden rules. Poster tersebut telah diterjemah-kan dalam 25 bahasa termasuk bahasa Indonesia. Kelima kunci tersebut adalah: 1) menjaga kebersihan, 2) mejaga jsaga misahkan pangan mentah dan pangan yang sudah matang, 3) memasak pangan dengan benar, 4) menjaga pangan pada suhu aman, dan 5) menggunakan air dan bahan baku yang aman. 18.5 Manajemen Keamanan Pangan Untuk meningkatkan daya saing dalam perdagangan global, diper-lukan penguasaan standar yang dapat diterima oleh semua ne-gara yang terlibat didalamnya. Standar keamanan pangan yang Sudah dapat diterima oleh hampir semua negara di dunia telah di-keluarkan oleh Codex Alimenta-rius Commission (CAC), yaitu komisi yang didirikan oleh Orga-nisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau Food Agriculture Organization (FAO) dan Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Pe-nyusunan standar dalam CAC melibatkan beberapa komite yang anggotanya adalah anggota FAO dan WHO (Food Agriculture Or-ganization/ World Health Organi-zation 2000). Codex Committee melakukan sidang secara berkala untuk menetapkan standar, atur-n ode of practice), dan pedoman (guidelines) dalam bidang pa-gan. Sebagai negara penghasil bahan pangan, Indonesia juga telah memunyai standar nasional ya-ng berkaitan dengan keamanan pangan, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar ini diantaranya memuat bagaimana memproduksi bahan pangan ya-ng benar, bagaimana mengukur cemaran, dan menyajikan batas maksimum cemaran yang diper-kenankan. Standar ini diharapkan dapat memberikan jaminan kea-manan produk pangan Indonesia. Sejumlah kebijakan dan peratur-an, baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah, surat ke-putusan menteri serta perangkat lainnya. Peraturan Pemerintah No 22 tahun 1982 tentang kesehatan masyarakat veteriner merupakan salah satu perangkat dalam pelaksanaan Undang-Undang No 6 tahun 1967 tentang Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 441Ketentuan-Ketentuan Pokok Pe-ternakan dan Kesehatan Masya-rakat Veteriner. Keamanan pa-ngan juga merupakan bagian penting dalam Undang-Undang Pangan No 7 tahun 1996. Di samping itu juga telah ada Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang dapat menjadi landasan hukum bagi pemberdayaan dan perlindungan konsumen dalam memperoleh haknya atas pangan yang aman. Keamanan pangan juga meliputi bahan pangan hasil rekayasa genetik atau genetic modified organism (GMO). Sebagian ma-yaakat merasa khawatir bahwa gen yang dimodifikasi akan me-yeabkan alergi, keracunan atau penurunan nilai gizi. Hal lain yang harus diperhatikan dalam menentukan keamanan pangan adalah kehalalan. Ini penting terutama bagi bahan pangan yang berasal dari ternak. Untuk mendapatkan jaminan kea-manan pangan, banyak hal yang perlu diperhatikan karena banyak pihak yang terlibat. Pembahasan unsur-unsur yang terlibat dalam menciptakan jaminan keamanan pangan diharapkan dapat mem-berikan gambaran kontribusi pi-ak yang terkait dalam mem-peroleh jaminan keamanan pa-ngan. Sebagai negara berkembang, In-donesia mengalami kesulitan un-tuk menerapkan standar nasional yang ditetapkan oleh Codex. Ten-tu saja ini menyulitkan Indonesia dalam organisasi perdagangan dunia (WTO) yang memiliki stan-dar berdasarkan Codex. Indonesia memiliki SNI yang me-ngacu ke standar yang ditetapkan Codex. Berdasarkan kesepaka-tan Sanitary and Phytosanitary (SPS), setiap negara diperkenan-kan menentukan standarnya ma-sing-masing. Standar Codex bo-leh tidak digunakan apabila hal tersebut tidak memenuhi kepen-tingan perlindungan kesehatan nasional yang diinginkan. De-ngan kata lain, penyesuaian stan-dar tersebut dilakukan berdasar-kan kondisi setempat namun te-tap harus memiliki dasar ilmiah yang kuat dan proses dan hasil-nya dapat dipertanggungjawab-kan. Sebagai standar yang ditetapkan sendiri, SNI sudah diinformasikan (notification) ke negara lain, khu-susnya yang memiliki hubungan kerjasama perdagangan. Untuk mengontrol penerapan ma-najemen keamanan pangan, International and Standardisation Organization (ISO) telah menge-uran standar manajemen ke-amanan pangan beserta petun-juknya, yaitu : a. ISO 22000 Food Safety Management System; Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 442b. ISO/TS 22004-2005 Guidan-ce on the application of ISO 22000-2005. Untuk mempertahankan hubung-an kerjasama dengan sesame anggota Codex, setiap Negara memiliki Codex country point atau National Food Codex. Indonesia memiliki Codex Pangan Indone-sia yang beranggotakan perwak-ilan instansi pemerintah, lembaga penelitian, industri, asosiasi pro-dusen dan konsumen, serta pakar dibidang terkait. Codex Pangan Indonesia dibentuk ber-dasarkan kesepakatan instansi pemerintah yang memiliki kewe-nangan dalam bidang keamanan pangan dan perdagangan pa-ngan. Adapun tugas pokoknya adalah mengidentifikasi, memba-has, dan menetapkan kebijakan serta posisi Indonesia di forum CAC. 18.5.1 Penerapan Jaminan Keamanan Penerapan peraturan yang ber-kaitan dengan keamanan pangan secara benar terbukti mampu meningkatkan keamanan pangan serta dapat mengurangi cemaran fisik, kimiawi, atau biologis dalam bahan pangan. Kerjasama antara Badan Penguji-an Obat dan Makanan (BPOM) bekerjasama dengan instansi ter-kait membentuk Sistim Keaman-an Pangan Terpadu (SKPT) atau Integrated Food Safety System (IFSS) dengan konsepnya from farm to table. SKPT memiliki tiga jejaring, yaitu a) jejaring intelijen pangan. Yang menghimpun informasi kegiatan pengkajian resiko keamanan pangan dari lembaga terkait lainnya, misalnya inspeksi dan riset keamanan pangan; b) jejaring pengawasan pangan, merupakan jejaring kerjasama antar lembaga dalam pengawas-an pangan, misalnya dalam stan-darisasi dan legalisasi pangan; dan c) jejaring promosi keaman-an pangan yang mempunyai ke-giatan antara lain promosis ke-amanan pangan, pendidikan, pe-latihan, serta penyuluhan kea-manan pangan kepada industri, konsumen, dan semua pihak yang terkait dengan keamanan pangan. Departemen yang terkait dalam pembentukan SKPT adalah De-partemen Kesehatan, Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Ke-lautan dan Perikanan, Pendidikan Nasional, pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga pe-nelitain, laboratorium swasta dan pemerintah, asosiasi industri dan perdagangan, badan Standarisasi Nasional, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. 18.5.2 Analisis Risiko dalam Keamanan Pangan Sebelum membicarakan menge-nai analisis resiko dalam keama-nan pangan, ada baiknya dipaha-Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 443mi terlebih dahulu mengenai resi-ko dalam keamanan pangan. Menurut Murdiati (2006), risiko dalam keamanan pangan dapat diartikan sebagai suatu kemung-kinan terjadinya gangguan kese-hatan dalam pangan. Analisis resiko telah dijadikan da-sar dalam penentuan keamanan pangan. Penentuan ini didasar-kan pada pertimbangan bahaya yang ada, pengaruh bahaya da-lam jangka pendek atau panjang bagi kesehatan masyarakat, pe-ngendalian untuk mengurangi re-siko yang timbul, dan cara tepat untuk menyampaikan informasi kepada pihak terkait. Risiko keamanan pangan dipe-ngaruhi oleh pengendalian yang dilakukan di sepanjang rantai penanganan atau pengolahan, mulai dari lokasi budidaya atau penangkapan, transportasi, In-dustri, hingga ke konsumen. Pi-hak pemerintah yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan peraturan dan perundangan juga akan berpengaruh terhadap risiko yang mungkin terjadi. Analisis risiko merupakan suatu proses yang terus menerus dikaji dan diulang. Analisis risiko dike-lompokkan menjadi tiga, yaitu : 1) penilaian risiko (risk assessment); 2) manajemen risiko (risk ma-nagement); dan 3) komunikasi risiko (Risk communication). Co-dex telah menyatakan bahwa standar, pedoman, dan rekomen-dasi yang dikeluarkan didasarkan pada analisis risiko. 18.5.2.1 Penilaian Risiko Adapun yang dimaksud dengan penilaian risiko adalah evaluasi yang dilakukan secara ilmiah terhadap gangguan kesehatan pada manusia sebagai akibat mengkonsumsi bahan berbahaya dalam pangan. Untuk melakukan penilaian secara baik, diperlukan data dan informasi yang dapat menjelaskan hubungan antara bahaya dan risiko terhadap kesehatan manusia. Penilaian risiko dapat dibagi menjadi empat langkah, yaitu : a) Identifikasi bahaya yang mungkin ada dalam pangan dan risiko yang mungkin di-timbulkan b) Karakterisasi bahaya, yaitu evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif terhadap kemung-kinan risiko yang mungkin timbul oleh bahaya yang telah diidentifikasi c) Evaluasi pemaparan bahaya, yaitu evaluasi secara kulitatif dan kuantitatif kemungkinan terpaparnya manusia oleh ba-haya tersebut karena konsu-msi, dan kemungkinan ada-nya bahaya dalam pangan yang dikonsumsi d) Karakterisasi risiko, adalah identifikasi risiko kesehatan ma-nusia yang ditimbulkan dari bahaya, perkiraan besar-nya risiko atau tingkat kepa-Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 444rahan risiko yang mungkin terjadi. 18.5.2.2 Manajemen Risiko Adapun yang dimaksudkan de-ngan manajemen risiko adalah proses yang dilakukan dengan memperhatikan hasil penilaian ri-siko termasuk menentukan perlu tidaknya peraturan untuk mendu-kung kebijakan tersebut serta im-plementasi kebijakan yang diam-bil. Dalam manajemen risiko, perlindungan terhadap kesehatan manusia merupakan pertimbang-an paling utama. Keluaran jangka panjang yang diharapkan dari manakemen risi-ko adalahadanya standar, pera-turan dan pedoman yang dapat digunakan sebagai perangkat gu-na mendapatkan jaminan ke-amanan pangan. Monitoring dan pengkajian ulang yang dilakukan terhadap keputusan yang diambil dilakukan secara konsisten untuk mengetahui efikasi dari imple-mentasi kebijakan yang dikeluar-kan. Manajemen risiko juga ha-rus menggunakan pendekatan yang terstruktur, dan keputusan maupun implementasinya dilaku-kan secara transparan. Manajemen risiko juga harus merupakan suatu proses yang berkelanjutan dengan memperha-tikan data yang berasal dari eva-luasi maupun pengkajian ulang terhadap keputusan manajemen risiko. Jadi dengan kata lain, tahapan penting yang dilakukan dalam manajemen risiko adalah evaluasi risiko, evaluasi pilihan, implementasi, dan monitoring dan kajian. 18.5.2.3 Komunikasi Risiko Adapun yang dimaksud dengan komunikasi risiko adalah proses pertukaran informasi secara rutin dan berulang diantara individu, kelompok atau lembaga. Komu-nikasi yang dilakukan harus ber-sifat terbuka, interaktif dan tran-sparan. Karakterisasi risiko yang diperoleh dari penilaian risiko ser-ta pengendalian risiko atau kebi-jakan yang akan diimplemen-tasikan, harus dikomunikasikan agar semua pihak yang terkait dalam rantai pangan memperoleh informasi mengenai bahaya da-lam pangan dan tindakan yang harus dilakukan. Komunikasi ha-rus mengandung sifat mendidik dan melindungi konsumen, serta meningkatkan kesadaran konsu-men akan pentingnya keamanan pangan dan kemungkinan ba-haya yang ada dalam pangan. Komunikasi risiko juga bertujuan memberi pengertian kepada pe-tani, nelayan atau peternak yang berperan sebagai titik awal rantai pangan. Komunikasi yang efektif dengan petani, nelayan atau peternak akan menentukan di-perolehnya jaminan keamanan pangan. Kerjasama dari semua pihak yang terkait akan menjamin tercapainya keamanan pangan (Tabel 18.1). Next >