< PreviousSWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017Namun kelangkaan air yang dirasakan Enim kini tak terjadi lagi saat tim respon Disaster Management Centre (DMC) Dompet Dhuafa memberikan sarana instalasi air bersih tahun 2015. Ahmad Baihaqi dari divisi respon DMC mengatakan, dari tahun 2015 hingga 2016 DMC secara aktif memberikan bantuan air bersih dengan sistim droping saat Cibarusah dilanda kemarau.Droping air dilakukan menggunakan sebuah mobil tangki berkapasitas 16 ribu liter yang dilakukan setiap minggu ke Kampung Pogor Desa Naga Cipta, Desa Ridogalih dan Suksari. Supaya memiliki efek manfaat jangka panjang, pada tahun 2016 DMC membangunkan fasilitas di sumur milik warga di tiga titik berbeda. Salah satunya dengan menginstalasi sumur menggunakan pompa air sekaligus dibuatkan sistem pipanisasi dan toren air di Desa Ridogalih. Pijakan untuk mengambil air juga dicor semen supaya bisa digunakan warga sebagai area mencuci pakaian. Dengan luas 2 X 3 meter lantai coran tersebut bisa menampung 4 orang sambil melakukan aktifitas mencuci pakaian di waktu yang bersamaan.“Dengan cara tersebut penerima manfatanya hampir satu RW. Bahkan warga dari desa dan RW lain juga kerap mengambil air di sana. Kalau dihitung konsumsi per KK itu ada 5 jeriken air kapasitas 25 liter per jeriken dan alhamdulilah meski pemakaian air banyak tetapi sumur nggak pernah kering meski musim kemarau dan kualitas airnya bagus,” ujar Baihaqi.Agar sumur tidak cepat surut, lanjut Baihaqi, setidaknya harus dilakukan pengeboran hingga kedalaman 115 meter. Di Desa Naga Cipta, DMC juga merapikan bilik bambu yang biasa digunakan warga untuk mandi dan buang hajat. Bilik tersebut disulap oleh DMC menjadi lebih manusiawi dengan menggunakan material batu bata di bagian pondasi dan asbes untuk bagian atap. Sebelumnya bilik tersebut lebih mirip kandang ternak karena materialnya sudah lapuk termakan usia. Selain bilik, DMC juga mendirikan MCK umum 2 pintu yang sudah terkoneksi air bersih.Baik bilik maupun MCK, keduanya berdiri di lahan milik Enim yang sudah ia wakafkan untuk kepentingan umat. Sebagai perawatan instalasi, DMC membentuk komunitas yang anggotanya merupakan warga sekitar yang diketuai Enim. Setiap warga yang memanfaatkan fasilitas tersebut dianjurkan memberikan amal jariah yang sifatnya sukarela.“Dulu warga banyak yang BAB di kebun karena rata-rata penduduk sini jarang yang punya toilet. Toilet hanya ada di rumah di mana salah-satu anggota keluarganya ada yang kuliah. Ini menandakan warga sini kurang teredukasi mengenai pentingnya sanitasi. Oleh karena itu kami ingin memberikan contoh yang baik,” jelas Baihaqi.Titik ketiga DMC fokus terhadap pembenahan prasarana musola dengan membangun MCK, memperbaiki toilet, mendirikan toren air dan pemasangan pipa air wudhu di Desa Sukasari. Selain menjadi fasiltas umum, pemilihan musola juga bertujan agar penduduk tidak hanya mengambil air, namun juga bisa sekalian menyempatkan diri beribadah. Baihaqi menuturkan untuk membangun semua sarana tersebut DMC mengucurkan Rp 20 juta per titik.Menurut sejumlah warga di Cibarusah, pada tahun 2014 sempat ada program pembangunan MCK dari PNPM. Namun keberadaan MCK tersebut tidak berlangsung lama karena kekurangan pasokan air. Posisi MCK yang jauh dari sumber air merupakan salah satu penyebabnya. Kini MCK tersebut terbengkalai dan rusak.Meski belum mampu mengatasi semua problematika namun respon yang diberikan DMC Dompet Dhuafa di Cibarusah, sedikit banyak telah membantu masyarakat mengakses air bersih. Kini Sunimah, Enim dan warga lainnya tak perlu lagi sulit mencari air. Untuk mandi, mencuci, sanitasi, masak dan minum saat musim kemarau, mereka tak perlu lagi pusing. Sarana dan prasarana yang dibangun DMC siap memberikan air bersih yang setiap saat bisa diakses oleh masyarakat Cibarusah yang membutuhkan. [Aditya Kurniawan]ARUS UTAMA20 SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017Namun kelangkaan air yang dirasakan Enim kini tak terjadi lagi saat tim respon Disaster Management Centre (DMC) Dompet Dhuafa memberikan sarana instalasi air bersih tahun 2015. Ahmad Baihaqi dari divisi respon DMC mengatakan, dari tahun 2015 hingga 2016 DMC secara aktif memberikan bantuan air bersih dengan sistim droping saat Cibarusah dilanda kemarau.Droping air dilakukan menggunakan sebuah mobil tangki berkapasitas 16 ribu liter yang dilakukan setiap minggu ke Kampung Pogor Desa Naga Cipta, Desa Ridogalih dan Suksari. Supaya memiliki efek manfaat jangka panjang, pada tahun 2016 DMC membangunkan fasilitas di sumur milik warga di tiga titik berbeda. Salah satunya dengan menginstalasi sumur menggunakan pompa air sekaligus dibuatkan sistem pipanisasi dan toren air di Desa Ridogalih. Pijakan untuk mengambil air juga dicor semen supaya bisa digunakan warga sebagai area mencuci pakaian. Dengan luas 2 X 3 meter lantai coran tersebut bisa menampung 4 orang sambil melakukan aktifitas mencuci pakaian di waktu yang bersamaan.“Dengan cara tersebut penerima manfatanya hampir satu RW. Bahkan warga dari desa dan RW lain juga kerap mengambil air di sana. Kalau dihitung konsumsi per KK itu ada 5 jeriken air kapasitas 25 liter per jeriken dan alhamdulilah meski pemakaian air banyak tetapi sumur nggak pernah kering meski musim kemarau dan kualitas airnya bagus,” ujar Baihaqi.Agar sumur tidak cepat surut, lanjut Baihaqi, setidaknya harus dilakukan pengeboran hingga kedalaman 115 meter. Di Desa Naga Cipta, DMC juga merapikan bilik bambu yang biasa digunakan warga untuk mandi dan buang hajat. Bilik tersebut disulap oleh DMC menjadi lebih manusiawi dengan menggunakan material batu bata di bagian pondasi dan asbes untuk bagian atap. Sebelumnya bilik tersebut lebih mirip kandang ternak karena materialnya sudah lapuk termakan usia. Selain bilik, DMC juga mendirikan MCK umum 2 pintu yang sudah terkoneksi air bersih.Baik bilik maupun MCK, keduanya berdiri di lahan milik Enim yang sudah ia wakafkan untuk kepentingan umat. Sebagai perawatan instalasi, DMC membentuk komunitas yang anggotanya merupakan warga sekitar yang diketuai Enim. Setiap warga yang memanfaatkan fasilitas tersebut dianjurkan memberikan amal jariah yang sifatnya sukarela.“Dulu warga banyak yang BAB di kebun karena rata-rata penduduk sini jarang yang punya toilet. Toilet hanya ada di rumah di mana salah-satu anggota keluarganya ada yang kuliah. Ini menandakan warga sini kurang teredukasi mengenai pentingnya sanitasi. Oleh karena itu kami ingin memberikan contoh yang baik,” jelas Baihaqi.Titik ketiga DMC fokus terhadap pembenahan prasarana musola dengan membangun MCK, memperbaiki toilet, mendirikan toren air dan pemasangan pipa air wudhu di Desa Sukasari. Selain menjadi fasiltas umum, pemilihan musola juga bertujan agar penduduk tidak hanya mengambil air, namun juga bisa sekalian menyempatkan diri beribadah. Baihaqi menuturkan untuk membangun semua sarana tersebut DMC mengucurkan Rp 20 juta per titik.Menurut sejumlah warga di Cibarusah, pada tahun 2014 sempat ada program pembangunan MCK dari PNPM. Namun keberadaan MCK tersebut tidak berlangsung lama karena kekurangan pasokan air. Posisi MCK yang jauh dari sumber air merupakan salah satu penyebabnya. Kini MCK tersebut terbengkalai dan rusak.Meski belum mampu mengatasi semua problematika namun respon yang diberikan DMC Dompet Dhuafa di Cibarusah, sedikit banyak telah membantu masyarakat mengakses air bersih. Kini Sunimah, Enim dan warga lainnya tak perlu lagi sulit mencari air. Untuk mandi, mencuci, sanitasi, masak dan minum saat musim kemarau, mereka tak perlu lagi pusing. Sarana dan prasarana yang dibangun DMC siap memberikan air bersih yang setiap saat bisa diakses oleh masyarakat Cibarusah yang membutuhkan. [Aditya Kurniawan]ARUS UTAMA20 SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 201722 23 ARUS UTAMAARUS UTAMAHutan Indonesia digadang-gadang sebagai paru-paru dunia. Suplai oksigen dari jutaan pohon di hutan Indonesia, diharapkan dapat menjadi penyegar atsmosfer bumi. Di dunia hanya ada dua hutan yang jadi paru-paru, yakni hutan Indonesia dan hutan Amazon. Sisanya, di negara lain, tidak lagi ada keseimbangan antara lahan yang sudah dibuka menjadi pemukiman dengan lahan yang masih jadi hutan yang ditumbuhi pepohonan hijau.Selain paru-paru dunia, hutan Indonesia juga ditengarai sebagai rumah dan persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati dunia. Keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia, menurut WWF, meliputi 12 persen spesies mamalia dunia, 7,3 persen spesies reptil dan amfibi, serta 17 persen spesies burung dari seluruh dunia. Diyakini masih banyak lagi spesies yang belum teridentifikasi dan masih menjadi misteri tersembunyi di dalamnya. Data WWF menunjukkan antara tahun 1994-2007 ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan Pulau Kalimantan.Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berdasarkan data FAO tahun 2010 hutan dunia – termasuk di dalamnya hutan Indonesia – secara total menyimpan 289 gigaton karbon dan memegang peranan penting menjaga kestabilan iklim dunia.Tapi kini, paru-paru dunia di Indonesia itu mulai sakit, karena kerusakan; penebangan liar dan pembukaan lahan baru. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Masih data Kementerian Kehutanan, dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar di antaranya sudah habis ditebang.Kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari, baik untuk pengembangan pemukiman, industri, maupun akibat perambahan. Kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan di sekitarnya. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Indonesia tidak dapat memperbaiki kerusakan hutan itu sendiri. Keterlibatan dunia internasional yang merusak hutan di Indonesia, seharusnya mereka juga terlibat dalam restorasi hutan yang tengah diupayakan pemerintah Indonesia.“Yang merusak hutan itu bukan hanya Indonesia, tetapi mereka juga. Karena itu dunia juga harus bertanggung jawab,” kata Kalla usai menghadiri forum restorasi gambut di New York, Amerika Serikat, Rabu September tahun lalu.Kalla menuturkan, kerusakan hutan Indonesia terjadi sejak 30 hingga 40 tahun silam. Ketika itu negara-negara maju mulai mengeksploitasi hutan di berbagai daerah Indonesia untuk keperluan industri, salah satunya furnitur. Pada masa yang sama, ketika itu, Kalla menyebut masyarakat dan korporasi Indonesia belum menjamah hutan untuk keperluan industri.“Karena itu, mereka, negara-negara di dunia, juga harus bertanggungjawab,” tuturnya.Restorasi hutan, menurut Kalla, membutuhkan anggaran besar. Indonesia tidak mampu menanggung biaya itu tanpa bantuan internasional. Perbaikan dan penyesuaian regulasi vital untuk memayungi kerja sama perbaikan hutan itu.keruSakan hutanKerusakan hutan di Indonesia, bermacam- macam bentuknya. Bisa disebabkan proses alamiah dan ada pula karena ulah manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling leluasa untuk melakukan berbagai macam aktivitas di atas Bumi ini, terkadang tidak sadar telah merusak hutan. Ada banyak sekali penyebab kerusakan pada hutan ini; Pertama, pembabatan hutan dengan sengaja. Pembabatan hutan ini menyebabkan matinya banyak pepohonan dan juga menyebabkan binatang- binatang kehilangan rumahnya. Manusia melakukan pembabatan hutan karena berbagai tujuan, salah satunya adalah pembukaan lahan baru untuk bercocok tanam maupun untuk pemukiman dan industri. Pembabatan hutan ini adalah kerusakan hutan yang bersifat serius.Kedua, pembakaran hutan dengan sengaja. Kebakaran hutan bisa disebabkan karena proses alamiah maupun sengaja oleh manusia. Kebakaran hutan yang dilakukan secara sengaja oleh manusia biasanya Sekitar 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Bekurangnya hutan Indonesia berarti ancaman bagi paru-paru dunia. Dompet Dhufa merawatnya dengan Sedekah Pohon.Semesta HijauSWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 201722 23 ARUS UTAMAARUS UTAMAHutan Indonesia digadang-gadang sebagai paru-paru dunia. Suplai oksigen dari jutaan pohon di hutan Indonesia, diharapkan dapat menjadi penyegar atsmosfer bumi. Di dunia hanya ada dua hutan yang jadi paru-paru, yakni hutan Indonesia dan hutan Amazon. Sisanya, di negara lain, tidak lagi ada keseimbangan antara lahan yang sudah dibuka menjadi pemukiman dengan lahan yang masih jadi hutan yang ditumbuhi pepohonan hijau.Selain paru-paru dunia, hutan Indonesia juga ditengarai sebagai rumah dan persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati dunia. Keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia, menurut WWF, meliputi 12 persen spesies mamalia dunia, 7,3 persen spesies reptil dan amfibi, serta 17 persen spesies burung dari seluruh dunia. Diyakini masih banyak lagi spesies yang belum teridentifikasi dan masih menjadi misteri tersembunyi di dalamnya. Data WWF menunjukkan antara tahun 1994-2007 ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan Pulau Kalimantan.Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berdasarkan data FAO tahun 2010 hutan dunia – termasuk di dalamnya hutan Indonesia – secara total menyimpan 289 gigaton karbon dan memegang peranan penting menjaga kestabilan iklim dunia.Tapi kini, paru-paru dunia di Indonesia itu mulai sakit, karena kerusakan; penebangan liar dan pembukaan lahan baru. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Masih data Kementerian Kehutanan, dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar di antaranya sudah habis ditebang.Kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari, baik untuk pengembangan pemukiman, industri, maupun akibat perambahan. Kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan di sekitarnya. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Indonesia tidak dapat memperbaiki kerusakan hutan itu sendiri. Keterlibatan dunia internasional yang merusak hutan di Indonesia, seharusnya mereka juga terlibat dalam restorasi hutan yang tengah diupayakan pemerintah Indonesia.“Yang merusak hutan itu bukan hanya Indonesia, tetapi mereka juga. Karena itu dunia juga harus bertanggung jawab,” kata Kalla usai menghadiri forum restorasi gambut di New York, Amerika Serikat, Rabu September tahun lalu.Kalla menuturkan, kerusakan hutan Indonesia terjadi sejak 30 hingga 40 tahun silam. Ketika itu negara-negara maju mulai mengeksploitasi hutan di berbagai daerah Indonesia untuk keperluan industri, salah satunya furnitur. Pada masa yang sama, ketika itu, Kalla menyebut masyarakat dan korporasi Indonesia belum menjamah hutan untuk keperluan industri.“Karena itu, mereka, negara-negara di dunia, juga harus bertanggungjawab,” tuturnya.Restorasi hutan, menurut Kalla, membutuhkan anggaran besar. Indonesia tidak mampu menanggung biaya itu tanpa bantuan internasional. Perbaikan dan penyesuaian regulasi vital untuk memayungi kerja sama perbaikan hutan itu.keruSakan hutanKerusakan hutan di Indonesia, bermacam- macam bentuknya. Bisa disebabkan proses alamiah dan ada pula karena ulah manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling leluasa untuk melakukan berbagai macam aktivitas di atas Bumi ini, terkadang tidak sadar telah merusak hutan. Ada banyak sekali penyebab kerusakan pada hutan ini; Pertama, pembabatan hutan dengan sengaja. Pembabatan hutan ini menyebabkan matinya banyak pepohonan dan juga menyebabkan binatang- binatang kehilangan rumahnya. Manusia melakukan pembabatan hutan karena berbagai tujuan, salah satunya adalah pembukaan lahan baru untuk bercocok tanam maupun untuk pemukiman dan industri. Pembabatan hutan ini adalah kerusakan hutan yang bersifat serius.Kedua, pembakaran hutan dengan sengaja. Kebakaran hutan bisa disebabkan karena proses alamiah maupun sengaja oleh manusia. Kebakaran hutan yang dilakukan secara sengaja oleh manusia biasanya Sekitar 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Bekurangnya hutan Indonesia berarti ancaman bagi paru-paru dunia. Dompet Dhufa merawatnya dengan Sedekah Pohon.Semesta HijauSWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 201724 25 ARUS UTAMAARUS UTAMAmenyebabkan kerusakan hutan yang lebih besar. Karena manusia melakukan pembakaran hutan dengan wilayah yang sangat luas. Sama dengan halnya pembabatan hutan, pembakaran hutan juga akan memusnahkan pepohonan dan juga menyebabkan hilangnya tempat tinggal bagi banyak binatang yang hidup di dalam hutan tersebut.Ketiga, penebangan hutan secara liar dengan sengaja. Penebangan hutan secara liar ini artinya menebang pepohonan yang ada di hutan dengan tanpa ijin dari petugas atau pemerintah. Penebangan hutan secara liar menyebabkan kerusakan dan banyak pohon yang mati.Keempat, sistem cocok tanam perladangan yang berpindah. Penyebab dari kerusakan hutan yang selanjutnya adalah ladang yang berpindah. Ketika lahan suatu daerah sudah dipenuhi dengan pemukiman penduduk, maka masyarakat akan mencari lahan baru untuk melakukan cocok tanam. Salah satu alternatif lahan yang digunakan adalah lahan hutan.Kelima, usaha pertambangan yang berada di wilayah hutan. Usaha pertambangan yang dilakukan di wilayah hutan juga akan menyebabkan kerusakan pada hutan. Keenam, transmigrasi. Transmigrasi juga bisa dikatakan sebagai salah satu hal yang menyebabkan kerusakan pada hutan. Mengapa? Karena transmigrasi akan menyebabkan munculnya lahan pemukiman baru. Transmigrasi pada umumnya dilakukan dari tempat yang ramai menuju tempat yang sepi demi kemerataan pemukiman. Namun hal ini biasanya akan menggunakan lahan hutan untuk membuka lahan pemukinan yang baru. Ketujuh, musim kemarau yang berlangsung lama. Penyebab kerusakan hutan kaena faktor alam adalah musim kemarau yang berlangsung terlampau lama. Kemarau menjadikan pepohonan kering dan juga mati. Selain itu, musim kemarau juga akan menyebabkan struktur tanah akan rusak. Kedelapan, bencana. Letusan gunung berapi juga merusak hutan yang ada di wilayah lereng gunung berapi tersebut. Hal ini karena magma yang keluar dari perut gunung berapi bersifat panas dan akan menerjang hutan yang berada di wilayah gunung. Akibatnya banyak pohon yang akan mati, bahkan terbakar dan kemudian tanah pun juga akan rusak karena tertimbun material yang telah keluar dari dalam perut Bumi. Letusan gunung berapi juga akan mengeluarkan awan panas yang sangat banyak. Ketika awan panas tersebut menerjang hutan yang ada di sekitar gunung berapi, maka akan menyebabkan pohon- pohon menjadi layu dan juga kering.Sedekah PohonMerespon isu global menyangkut kerusakan hutan dan berkurangnya paru-paru dunia, Dompet Dhuafa bertekad tidak harus menunggu partisipasi negara lain. Namun apa yang dapat dilakukan hari ini dan semampunya, dilaksanakan untuk memperbaiki kerusakan itu.Caranya? Sedekah Pohon. Sejak 2010 program Sedekah Pohon diluncurkan. Porgram ini tidak saja menyasar untuk memperbanyak pohon yang ditanam, namun juga memberikan manfaat kepada yang menanam dan memelihara. Menurut Ardy Wahyudi, Staf Program Divisi Semesta Hijau (SEMAI) Dompet Dhuafa ada empat komponen isu dalam penanganan sedekah pohon, antara lain konteks sosial yaitu ingin memberikan manfaat kepada mustahik seperti mendapatkan insentif pemeliharaan, penambahan aset kelola dan bagi hasil.“Kriteria penerima manfaat dari sedekah pohon ini, berkategori miskin baik perorangan maupun kelompok, sudah menikah atau hidup dalam kelompok (pesantren, dll),” jelasnya. Dari segi pengadaan lahan, lanjut Ardy, harus jelas akadnya. Apakah lahan berstatus milik perorangan, yayasan, pemerintah maupun swasta sehingga kemungkinan konflik dapat dihindari.Ardy menuturkan, sedekah pohon hampir mirip dengan konsep penghijauan, namun secara spirit konsep ini berbeda ditinjau dari fokus objek penanganannya,. Titik perhatiannya justru ada pada isu masyarakatnya sebagai proses pemberdayaan, pohon atau tanaman hanya sebatas instrumen/wasilah bagi proses pemberdayaan yang dilakukan.Program sedekah pohon baru-baru ini sudah melakukan penanaman di Pulau Tikus, Bengkulu. Ini merupakan kerjasama dengan The Body Shoap Indonesia. Di pulau seluas 0,7 hektar tersebut, SEMAI menanam 500 bibit mangrove di sepertiga bibir pantai Pulau Tikus. Pulau Tikus dipilih lantaran terus mengalami abrasi pantai.“Di Pulau Tikus itu ada mercusuar. Bila pulau tersebut terus mengalami abrasi, keberadaan mercusuar bisa hilang dan nelayan bisa kesulitan navigasi di laut. Pulau Tikus juga menjadi pulau transit dan peristirahatan bagi para nelayan bila laut sedang badai,” tutur Ardy.Di Pulau Tikus, lanjutnya, SEMAI memulai program pada Juni 2017, SEMAI sengaja fokus ke daerah pesisir lantaran tren konservasi yang mengarah ke penanaman mangrove. Selain di kedua tempat tersebut belum lama ini, SEMAI juga melakukan penanaman magrove di Langkat Sumatera Utara. Kendati demikian Sedekah Pohon juga melakukan penanaman kayu keras di Sukabumi dan pohon buah di sebuah pondok pesantren di Cileungsi serta melakukan penghijauan di DAS Cimanuk dengan menanam pohon bambu.“Tetapi tidak selalu pohon buah. kami juga harus perhatikan kearifan lokal di tempat tersebut. kedua kebutuhan masyarakat di sana apa. sedangkan konsep sedeka pohon bisa dimanfaatkan terus menerus. sekarang kami sedang fokus pesisir. Selanjutnya kami sedang mengkaji daerah di Indramayu, Jawa Barat untuk program Sedekah Pohon,” ujarnyaPenerima manfaat program Sedekah Pohon bagi Dompet Dhuafa adalah salah satu sasaran yang ingin diberdayakan dalam jangka waktu panjang melalui pilar program pengembangan sosial. Manfaat program sedekah pohon telah dirasakan masyarakat Indonesia yang tersebar di delapan provinsi, bersama 11 juta lebih penerima manfaat program pemberdayaan berbasis dana Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Dompet Dhuafa selama 24 tahun berkhidmat. [Aditya Kurniawan/Maifil Eka Putra]dengan menanam manggrove dengan metode raily in case metodology. Metode ini adalah cara penanaman mangrove agar yang ditanam bisa tumbuh di lingkungan yang memiliki kontur berpasir atau arang, karena pada umumnya penanaman mangrove dilakukan di tanah berlumpur.Dengan metode ini harapannya mangrove bisa kuat terhadap ombak karena tahun pertama penanaman adalah masa-masa paling krusial karena rawan tumbang. Sebelum pulau tikus pada Oktober 2016 Semai bersama The Body Shop juga melakukan penanaman mangrove di Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.“Di sana tujuannya untuk konservasi kami tanam 10 ribu bibit karena sudah mulai banyak tambak warga sehingga ancaman abrasinya kian besar dan jangka panjangnya untuk pemberdayaan dari sisi ekowisata,” tambahnya.Ardy mengungkapkan, belakangan SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 201724 25 ARUS UTAMAARUS UTAMAmenyebabkan kerusakan hutan yang lebih besar. Karena manusia melakukan pembakaran hutan dengan wilayah yang sangat luas. Sama dengan halnya pembabatan hutan, pembakaran hutan juga akan memusnahkan pepohonan dan juga menyebabkan hilangnya tempat tinggal bagi banyak binatang yang hidup di dalam hutan tersebut.Ketiga, penebangan hutan secara liar dengan sengaja. Penebangan hutan secara liar ini artinya menebang pepohonan yang ada di hutan dengan tanpa ijin dari petugas atau pemerintah. Penebangan hutan secara liar menyebabkan kerusakan dan banyak pohon yang mati.Keempat, sistem cocok tanam perladangan yang berpindah. Penyebab dari kerusakan hutan yang selanjutnya adalah ladang yang berpindah. Ketika lahan suatu daerah sudah dipenuhi dengan pemukiman penduduk, maka masyarakat akan mencari lahan baru untuk melakukan cocok tanam. Salah satu alternatif lahan yang digunakan adalah lahan hutan.Kelima, usaha pertambangan yang berada di wilayah hutan. Usaha pertambangan yang dilakukan di wilayah hutan juga akan menyebabkan kerusakan pada hutan. Keenam, transmigrasi. Transmigrasi juga bisa dikatakan sebagai salah satu hal yang menyebabkan kerusakan pada hutan. Mengapa? Karena transmigrasi akan menyebabkan munculnya lahan pemukiman baru. Transmigrasi pada umumnya dilakukan dari tempat yang ramai menuju tempat yang sepi demi kemerataan pemukiman. Namun hal ini biasanya akan menggunakan lahan hutan untuk membuka lahan pemukinan yang baru. Ketujuh, musim kemarau yang berlangsung lama. Penyebab kerusakan hutan kaena faktor alam adalah musim kemarau yang berlangsung terlampau lama. Kemarau menjadikan pepohonan kering dan juga mati. Selain itu, musim kemarau juga akan menyebabkan struktur tanah akan rusak. Kedelapan, bencana. Letusan gunung berapi juga merusak hutan yang ada di wilayah lereng gunung berapi tersebut. Hal ini karena magma yang keluar dari perut gunung berapi bersifat panas dan akan menerjang hutan yang berada di wilayah gunung. Akibatnya banyak pohon yang akan mati, bahkan terbakar dan kemudian tanah pun juga akan rusak karena tertimbun material yang telah keluar dari dalam perut Bumi. Letusan gunung berapi juga akan mengeluarkan awan panas yang sangat banyak. Ketika awan panas tersebut menerjang hutan yang ada di sekitar gunung berapi, maka akan menyebabkan pohon- pohon menjadi layu dan juga kering.Sedekah PohonMerespon isu global menyangkut kerusakan hutan dan berkurangnya paru-paru dunia, Dompet Dhuafa bertekad tidak harus menunggu partisipasi negara lain. Namun apa yang dapat dilakukan hari ini dan semampunya, dilaksanakan untuk memperbaiki kerusakan itu.Caranya? Sedekah Pohon. Sejak 2010 program Sedekah Pohon diluncurkan. Porgram ini tidak saja menyasar untuk memperbanyak pohon yang ditanam, namun juga memberikan manfaat kepada yang menanam dan memelihara. Menurut Ardy Wahyudi, Staf Program Divisi Semesta Hijau (SEMAI) Dompet Dhuafa ada empat komponen isu dalam penanganan sedekah pohon, antara lain konteks sosial yaitu ingin memberikan manfaat kepada mustahik seperti mendapatkan insentif pemeliharaan, penambahan aset kelola dan bagi hasil.“Kriteria penerima manfaat dari sedekah pohon ini, berkategori miskin baik perorangan maupun kelompok, sudah menikah atau hidup dalam kelompok (pesantren, dll),” jelasnya. Dari segi pengadaan lahan, lanjut Ardy, harus jelas akadnya. Apakah lahan berstatus milik perorangan, yayasan, pemerintah maupun swasta sehingga kemungkinan konflik dapat dihindari.Ardy menuturkan, sedekah pohon hampir mirip dengan konsep penghijauan, namun secara spirit konsep ini berbeda ditinjau dari fokus objek penanganannya,. Titik perhatiannya justru ada pada isu masyarakatnya sebagai proses pemberdayaan, pohon atau tanaman hanya sebatas instrumen/wasilah bagi proses pemberdayaan yang dilakukan.Program sedekah pohon baru-baru ini sudah melakukan penanaman di Pulau Tikus, Bengkulu. Ini merupakan kerjasama dengan The Body Shoap Indonesia. Di pulau seluas 0,7 hektar tersebut, SEMAI menanam 500 bibit mangrove di sepertiga bibir pantai Pulau Tikus. Pulau Tikus dipilih lantaran terus mengalami abrasi pantai.“Di Pulau Tikus itu ada mercusuar. Bila pulau tersebut terus mengalami abrasi, keberadaan mercusuar bisa hilang dan nelayan bisa kesulitan navigasi di laut. Pulau Tikus juga menjadi pulau transit dan peristirahatan bagi para nelayan bila laut sedang badai,” tutur Ardy.Di Pulau Tikus, lanjutnya, SEMAI memulai program pada Juni 2017, SEMAI sengaja fokus ke daerah pesisir lantaran tren konservasi yang mengarah ke penanaman mangrove. Selain di kedua tempat tersebut belum lama ini, SEMAI juga melakukan penanaman magrove di Langkat Sumatera Utara. Kendati demikian Sedekah Pohon juga melakukan penanaman kayu keras di Sukabumi dan pohon buah di sebuah pondok pesantren di Cileungsi serta melakukan penghijauan di DAS Cimanuk dengan menanam pohon bambu.“Tetapi tidak selalu pohon buah. kami juga harus perhatikan kearifan lokal di tempat tersebut. kedua kebutuhan masyarakat di sana apa. sedangkan konsep sedeka pohon bisa dimanfaatkan terus menerus. sekarang kami sedang fokus pesisir. Selanjutnya kami sedang mengkaji daerah di Indramayu, Jawa Barat untuk program Sedekah Pohon,” ujarnyaPenerima manfaat program Sedekah Pohon bagi Dompet Dhuafa adalah salah satu sasaran yang ingin diberdayakan dalam jangka waktu panjang melalui pilar program pengembangan sosial. Manfaat program sedekah pohon telah dirasakan masyarakat Indonesia yang tersebar di delapan provinsi, bersama 11 juta lebih penerima manfaat program pemberdayaan berbasis dana Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Dompet Dhuafa selama 24 tahun berkhidmat. [Aditya Kurniawan/Maifil Eka Putra]dengan menanam manggrove dengan metode raily in case metodology. Metode ini adalah cara penanaman mangrove agar yang ditanam bisa tumbuh di lingkungan yang memiliki kontur berpasir atau arang, karena pada umumnya penanaman mangrove dilakukan di tanah berlumpur.Dengan metode ini harapannya mangrove bisa kuat terhadap ombak karena tahun pertama penanaman adalah masa-masa paling krusial karena rawan tumbang. Sebelum pulau tikus pada Oktober 2016 Semai bersama The Body Shop juga melakukan penanaman mangrove di Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.“Di sana tujuannya untuk konservasi kami tanam 10 ribu bibit karena sudah mulai banyak tambak warga sehingga ancaman abrasinya kian besar dan jangka panjangnya untuk pemberdayaan dari sisi ekowisata,” tambahnya.Ardy mengungkapkan, belakangan SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017ARUS UTAMA26 27 ARUS UTAMAARUS UTAMAPeluh masih terlihat jelas di kening Djenab (52). Seusai istirahat selama 10 menit ibu tiga anak itu mesti kembali bergegas ke dermaga Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Jeriken kapasistas 30 liter yang ia bawa, membuat langkahnya tergopoh-gopoh. Sengatan terik matahari yang begitu panas tak ia hiraukan. Di dermaga jeriken itu lantas dibariskan hingga memanjang. Karena tak sabar mengantri banyak warga yang nyaris terlibat baku hantam pada saat pendistribusian air bersih yang dibagikan oleh program CSR salah satu perusahan swasta asal Jakarta“Kalau air bersih datang, warga pada berebutan, tidak tertib dan ribut. Supaya kita dapat banyak air, kita harus pintar meletakkan jeriken dekat selang air,” Kata Djenab warga RT 005, RW 01, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Utara. Setelah jerikennya terisi penuh, Djenab belum bisa bernafas lega. Ia harus pulang sambil membopong jeriken berisi air dengan melintasi jalan setapak selebar 1 meter yang semennya telah mengelupas sejauh 96 meter. Jika salah langkah dipastikan Djenab bisa tercebur ke laut yang berada di sisi kanan jalan.Resiko itu harus Djenab ambil, karena bila tak kebagian air bersih, mau tidak mau Djenab mesti membeli air dari PAM yang dikemas dalam galon seharga Rp 8 ribu atau menggunakan air sumur yang rasanya sudah menyerupai air laut.“Mau bagaimana lagi, kalau air mahal orang pulau tetap beli, soalnya butuh. Kalau untuk minum harganya lebih mahal lagi Rp 18 ribu per galon,” ungkap wanita yang berprofesi sebagi penjual ikan hias itu.Kondisi ini setidaknya telah dialami warga Pulau Panggang sejak puluhan tahun lalu, bahkan hingga kini. Namun pada Januari 2017 lalu Djenab dan tetangganya bisa sedikit tersenyum saat Semesta Hijau (SEMAI) Dompet Dhuafa tiba dengan membawa program air untuk kehidupan di dua titik. Saniah (55) Ketua Komunitas pengelola program Air Untuk Kehidupan yang berada di RT 005, RW 01 menuturkan sudah tak terhitung warga Pulau Panggang yang memanfaatkan air hujan dari toren SEMAI Dompet Dhuafa yang berada di Musola Al-Maghfiroh. Meski suplainya terbatas karena hanya mengandalkan hujan, namun Saniah mengaku tak pernah membatasi warga yang ingin mengambil air. Bagi Saniah program Air Untuk Kehidupan dari SEMAI Dompet Dhuafa adalah milik warga Pulau Panggang. Di Pulau Panggang, SEMAI Dompet Dhuafa menginstlasi perangkat penampung air hujan di dua titik. Setelah melalui filterisasi air hujan menjadi layak konsumsi. Hadirnya program Air Untuk Kehidupan dikatakan Saniah juga membangkitkan rasa guyub warga Pulau Panggang dengan seringnya dilakukan kegiatan nyambat atau gotong royong membersihkan toren air ketika dalam keadaan kosong.“Sumur di sini tidak pernah kering tapi airnya asin. Air sumur tidak bisa untuk masak, untuk mencucui saja kadang sabunnya masih menempel karena airnya asin. Adanya program dari Dompet Dhuafa ini membuat warga senang dan mau bersama-sama menjaga dan merawatnya,” ujar Saniah.Ahmad Sodik staf program divisi Semesta Hijau (SEMAI) Dompet Dhuafa mengatakan Pulau Panggang merupakan titik terbaru sebaran program Air Untuk Kehidupan. Di sana lanjut Sodik, SEMAI juga mencontohkan cara menampung air hujan dengan cara yang lebih higienis, yakni menggunakan sistem filterisasi dari material ijuk, pecahan batu bata, busa dakron, batu zeolid dan karbon aktif. Setelah melalui proses filterisasi air hujan menjadi layak konsumsi tanpa harus diendapkan berhari-hari. Sodik mengungkapkan, SEMAI memilih Pulau Panggang lantaran pulau seluas 7 hektar itu dihuni oleh puluhan KK yang sebagian besar tingkat ekonominya lemah. “Memang kami akui kapasitas air tawar dari SEMAI belum sanggup menjawab seluruh kebutuhan warga Pulau Panggang. Tetapi setidaknya kami telah mengajarkan cara mengolah air hujan dengan baik serta membantu meringankan beban ekonomi warga karena tidak harus membeli air tawar lagi,” ujar Sodik.Karena kapasitas terbatas, penggunaan air dianjurkan hanya untuk menghadapi musim kemarau. Namun warga tetap bisa mengakses air dengan memanfaatkan lebihan air yang tertampung di tanki khusus. Untuk merawat instalasi air SEMAI membentuk komunitas warga. “Kalau di pulau, besi itu kan cepat mengalami karat. Untuk perawatan komunitas warga menetapkan iuran Rp 3 ribu per jeriken. Besarnya iuran tersebut yang menentukan masyarakat bukan Kami. Hasil iuran untuk perawatan sehari-hari,” jelas Sodik.Air untuk KehidupanSumur di sini tidak pernah kering tapi airnya asin. Air sumur tidak bisa untuk masak, untuk mencucui saja kadang sabunnya masih menempel karena airnya asin. Adanya program dari Dompet Dhuafa ini membuat warga senang dan mau bersama-sama menjaga dan merawatnyaSWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017ARUS UTAMA26 27 ARUS UTAMAARUS UTAMAPeluh masih terlihat jelas di kening Djenab (52). Seusai istirahat selama 10 menit ibu tiga anak itu mesti kembali bergegas ke dermaga Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Jeriken kapasistas 30 liter yang ia bawa, membuat langkahnya tergopoh-gopoh. Sengatan terik matahari yang begitu panas tak ia hiraukan. Di dermaga jeriken itu lantas dibariskan hingga memanjang. Karena tak sabar mengantri banyak warga yang nyaris terlibat baku hantam pada saat pendistribusian air bersih yang dibagikan oleh program CSR salah satu perusahan swasta asal Jakarta“Kalau air bersih datang, warga pada berebutan, tidak tertib dan ribut. Supaya kita dapat banyak air, kita harus pintar meletakkan jeriken dekat selang air,” Kata Djenab warga RT 005, RW 01, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Utara. Setelah jerikennya terisi penuh, Djenab belum bisa bernafas lega. Ia harus pulang sambil membopong jeriken berisi air dengan melintasi jalan setapak selebar 1 meter yang semennya telah mengelupas sejauh 96 meter. Jika salah langkah dipastikan Djenab bisa tercebur ke laut yang berada di sisi kanan jalan.Resiko itu harus Djenab ambil, karena bila tak kebagian air bersih, mau tidak mau Djenab mesti membeli air dari PAM yang dikemas dalam galon seharga Rp 8 ribu atau menggunakan air sumur yang rasanya sudah menyerupai air laut.“Mau bagaimana lagi, kalau air mahal orang pulau tetap beli, soalnya butuh. Kalau untuk minum harganya lebih mahal lagi Rp 18 ribu per galon,” ungkap wanita yang berprofesi sebagi penjual ikan hias itu.Kondisi ini setidaknya telah dialami warga Pulau Panggang sejak puluhan tahun lalu, bahkan hingga kini. Namun pada Januari 2017 lalu Djenab dan tetangganya bisa sedikit tersenyum saat Semesta Hijau (SEMAI) Dompet Dhuafa tiba dengan membawa program air untuk kehidupan di dua titik. Saniah (55) Ketua Komunitas pengelola program Air Untuk Kehidupan yang berada di RT 005, RW 01 menuturkan sudah tak terhitung warga Pulau Panggang yang memanfaatkan air hujan dari toren SEMAI Dompet Dhuafa yang berada di Musola Al-Maghfiroh. Meski suplainya terbatas karena hanya mengandalkan hujan, namun Saniah mengaku tak pernah membatasi warga yang ingin mengambil air. Bagi Saniah program Air Untuk Kehidupan dari SEMAI Dompet Dhuafa adalah milik warga Pulau Panggang. Di Pulau Panggang, SEMAI Dompet Dhuafa menginstlasi perangkat penampung air hujan di dua titik. Setelah melalui filterisasi air hujan menjadi layak konsumsi. Hadirnya program Air Untuk Kehidupan dikatakan Saniah juga membangkitkan rasa guyub warga Pulau Panggang dengan seringnya dilakukan kegiatan nyambat atau gotong royong membersihkan toren air ketika dalam keadaan kosong.“Sumur di sini tidak pernah kering tapi airnya asin. Air sumur tidak bisa untuk masak, untuk mencucui saja kadang sabunnya masih menempel karena airnya asin. Adanya program dari Dompet Dhuafa ini membuat warga senang dan mau bersama-sama menjaga dan merawatnya,” ujar Saniah.Ahmad Sodik staf program divisi Semesta Hijau (SEMAI) Dompet Dhuafa mengatakan Pulau Panggang merupakan titik terbaru sebaran program Air Untuk Kehidupan. Di sana lanjut Sodik, SEMAI juga mencontohkan cara menampung air hujan dengan cara yang lebih higienis, yakni menggunakan sistem filterisasi dari material ijuk, pecahan batu bata, busa dakron, batu zeolid dan karbon aktif. Setelah melalui proses filterisasi air hujan menjadi layak konsumsi tanpa harus diendapkan berhari-hari. Sodik mengungkapkan, SEMAI memilih Pulau Panggang lantaran pulau seluas 7 hektar itu dihuni oleh puluhan KK yang sebagian besar tingkat ekonominya lemah. “Memang kami akui kapasitas air tawar dari SEMAI belum sanggup menjawab seluruh kebutuhan warga Pulau Panggang. Tetapi setidaknya kami telah mengajarkan cara mengolah air hujan dengan baik serta membantu meringankan beban ekonomi warga karena tidak harus membeli air tawar lagi,” ujar Sodik.Karena kapasitas terbatas, penggunaan air dianjurkan hanya untuk menghadapi musim kemarau. Namun warga tetap bisa mengakses air dengan memanfaatkan lebihan air yang tertampung di tanki khusus. Untuk merawat instalasi air SEMAI membentuk komunitas warga. “Kalau di pulau, besi itu kan cepat mengalami karat. Untuk perawatan komunitas warga menetapkan iuran Rp 3 ribu per jeriken. Besarnya iuran tersebut yang menentukan masyarakat bukan Kami. Hasil iuran untuk perawatan sehari-hari,” jelas Sodik.Air untuk KehidupanSumur di sini tidak pernah kering tapi airnya asin. Air sumur tidak bisa untuk masak, untuk mencucui saja kadang sabunnya masih menempel karena airnya asin. Adanya program dari Dompet Dhuafa ini membuat warga senang dan mau bersama-sama menjaga dan merawatnyaSWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017ARUS UTAMA28 29 ARUS UTAMAARUS UTAMAMengalIr SaMPaI PeloSokSejak tahun 2011 setidaknya program Air Untuk Kehidupan tersebar di Sumater Barat, Sumatera Selatan, Lampung, NTB, NTT, Jawa Timur, Kepulauan Seribu dan lain sebagainya dengan jumlah mencapai puluhan unit. Sejak akhir 2016 program Air Untuk Kehidupan masuk dalam gerakan Semesta Hijau (SEMAI) dibawah organ Disaster Manajemen Centre (DMC).Ahmad Sodik dari Staf Divisi SEMAI Dompet Dhuafa menuturkan hingga tahun 2017 program Air untuk Kehidupan tetap menebar kebaikan, salah satunya yang terakhir selesai dibangun ialah instalasi pemasangan wadah penampung air hujan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi DKI Jakarta. Untuk pemasangan instalasi di dua titik di Pulau Panggang sedikitnya SEMAI mengucurkan dana Rp 35 Juta.“Program Air untuk Kehidupan memiliki 3 model, pertama dengan bor, pipanisasi dan menampung air hujan. Untuk di Pulau Panggang kami gunakan cara penampung air hujan karena air sumurnya asin,” jelas SodikSelain Pulau Panggang, dalam satu – dua tahun terakhir SEMAI juga telah berhasil menginstalasi sistem air bersih untuk warga Kelopo Duwur, Blora, Jawa tengah dan Cise’el, Lebak, Banten serta daerah Papela, Rontendau, NTT. Sodik menjelaskan karena masing-masing daerah memiliki kontur tanah dan problematika yang tidak sama maka SEMAI pun melakukan cara yang berbeda untuk membantu warga di sana memperoleh air bersih.Khusus daerah Papela, sejak 2014 silam SEMAI mengadopsi sistem droping air dengan membantu pengadaan mobil tanki karena di sana memang tidak ditemukan sumber mata air. Setiap minggu sekali mobil datang untuk mengisi bak-bak penampungan yang dibangun secara gotong royong bersama masyarakat di tiap-tiap rumah dan RT. Di Cise’el, SEMAI melakukan pengeboran sumur air dan memperbaiki 2 buah instalasi MCK. Jauh sebelum SEMAI memberikan program Air untuk Kehidupan, warga Cise’el lebih sering memanfaatkan saluran irigasi. Namun bila kemarau tiba, irigasi tersebut surut. Di Banten, SEMAI juga mendirikan MCK dan instalasi air bersih.“Dulunya di daerah Pontang, semua warga di sana segala aktifitas warga mulai dari cuci ayam, buang hajat, mandi dan cuci pakaian dilakukan di tempat yang sama,” kata Sodik.Sedangkan di Blora Jawa Tengah, SEMAI membuatkan sumur bor dan pembuatan tandon air sekaligus instalasi dengan teknik pipanisasi yang manfaatnya diterima seluruh warga Desa Kelopo Duwur. Yang terbaru saat ini SEMAI tengah mengembangkan teknik elektrolisasi untuk membuat air hujan menjadi layak konsumsi. Air hujan sendiri memiliki karateristik asam dan kotor terlebih jika di kawasan industri. Sederhananya 1 liter air hujan akan disetrum selama 1 jam, setelah itu sudah bisa langsung dikonsumsi.Menurut Sodik ada dua kelebihan dengan memanfaatkan teknis elektrolis untuk air hujan, pertama dapat menambah Ph air, kedua bisa mengurangi kepadatan terlarut dalam air.“Ph air layak konsumsi itu 7, kalau air hujan biasanya dibawah 7. Setelah disetrum nanti Ph air hujan bisa meningkat jadi 7, dan itu layak konsumsi. Teknik elektorlis juga bisa mengurangi mineral dalam air. Air yang mineralnya tinggi akan berwarna kekuningan, itu tidak baik untuk tubuh karena bisa mengakibatkan batu ginjal. Nantinya setelah disetrum standar air akan kami sesuaikan Maret 2011 adalah langkah awal Dompet Dhuafa mengelola program Air Untuk Kehidupan. Tujuannya adalah membangun sebanyak-banyaknya titik sarana air bersih di seluruh Indonesia. Namun wilayah yang dinilai sebagai daerah krisis air tidak serta merta langsung mendapat respon.Setidaknya ada lima syarat agar daerah krisis air terlayani oleh program Air Untuk Kehidupan. Pertama memastikan taraf hidup masyarakat yang menghuni wilayah itu. Bila mampu secara ekonomi maka tidak akan diberi bantuan. Kedua daerah tersebut harus merupakan kantong wilayah marjinal dengan jumlah calon penerima manfaat sekurangnya ada 100 kepala keluarga.Syarat berikutnya, agar program bisa berjalan masyarakatnya juga harus bersedia bergotong-royong dalam membangun sarana dan prasarana. Dalam hal ini Dompet Dhuafa secara umum hanya membantu pengadaan kebutuhan material dan bahan pembangunan. Keempat masyarakat bersedia menyediakan sebidang tanah untuk membangun instalasi dan terakhir yang paling penting adalah masyarakat mau menjaga serta memelihara dengan penuh rasa tanggung jawab.Ph air layak konsumsi itu 7, kalau air hujan biasanya di bawah 7. Setelah disetrum nanti Ph air hujan bisa meningkat jadi 7, dan itu layak konsumsi. Teknik elektorlis juga bisa mengurangi mineral dalam air. Air yang mineralnya tinggi akan berwarna kekuningan, itu tidak baik untuk tubuh karena bisa mengakibatkan batu ginjal. Nantinya setelah disetrum standar air akan kami sesuaikan dengan prosedur kesehatan.dengan prosedurt kesehatan,” jelas Sodik.Sodik menuturkan sesuai dengan namanya, “Air untuk Kehidupan”, ketika air sudah layak ia yakin kualitas hidup masyarakat dapat bertambah baik secara ekonomi maupun kesehatan. Efek berantainya kesejahteraan warga bisa menjadi lebih baik. [Aditya Kurniawan]SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017SWARACINTA 79 | SEP-OKT 2017ARUS UTAMA28 29 ARUS UTAMAARUS UTAMAMengalIr SaMPaI PeloSokSejak tahun 2011 setidaknya program Air Untuk Kehidupan tersebar di Sumater Barat, Sumatera Selatan, Lampung, NTB, NTT, Jawa Timur, Kepulauan Seribu dan lain sebagainya dengan jumlah mencapai puluhan unit. Sejak akhir 2016 program Air Untuk Kehidupan masuk dalam gerakan Semesta Hijau (SEMAI) dibawah organ Disaster Manajemen Centre (DMC).Ahmad Sodik dari Staf Divisi SEMAI Dompet Dhuafa menuturkan hingga tahun 2017 program Air untuk Kehidupan tetap menebar kebaikan, salah satunya yang terakhir selesai dibangun ialah instalasi pemasangan wadah penampung air hujan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi DKI Jakarta. Untuk pemasangan instalasi di dua titik di Pulau Panggang sedikitnya SEMAI mengucurkan dana Rp 35 Juta.“Program Air untuk Kehidupan memiliki 3 model, pertama dengan bor, pipanisasi dan menampung air hujan. Untuk di Pulau Panggang kami gunakan cara penampung air hujan karena air sumurnya asin,” jelas SodikSelain Pulau Panggang, dalam satu – dua tahun terakhir SEMAI juga telah berhasil menginstalasi sistem air bersih untuk warga Kelopo Duwur, Blora, Jawa tengah dan Cise’el, Lebak, Banten serta daerah Papela, Rontendau, NTT. Sodik menjelaskan karena masing-masing daerah memiliki kontur tanah dan problematika yang tidak sama maka SEMAI pun melakukan cara yang berbeda untuk membantu warga di sana memperoleh air bersih.Khusus daerah Papela, sejak 2014 silam SEMAI mengadopsi sistem droping air dengan membantu pengadaan mobil tanki karena di sana memang tidak ditemukan sumber mata air. Setiap minggu sekali mobil datang untuk mengisi bak-bak penampungan yang dibangun secara gotong royong bersama masyarakat di tiap-tiap rumah dan RT. Di Cise’el, SEMAI melakukan pengeboran sumur air dan memperbaiki 2 buah instalasi MCK. Jauh sebelum SEMAI memberikan program Air untuk Kehidupan, warga Cise’el lebih sering memanfaatkan saluran irigasi. Namun bila kemarau tiba, irigasi tersebut surut. Di Banten, SEMAI juga mendirikan MCK dan instalasi air bersih.“Dulunya di daerah Pontang, semua warga di sana segala aktifitas warga mulai dari cuci ayam, buang hajat, mandi dan cuci pakaian dilakukan di tempat yang sama,” kata Sodik.Sedangkan di Blora Jawa Tengah, SEMAI membuatkan sumur bor dan pembuatan tandon air sekaligus instalasi dengan teknik pipanisasi yang manfaatnya diterima seluruh warga Desa Kelopo Duwur. Yang terbaru saat ini SEMAI tengah mengembangkan teknik elektrolisasi untuk membuat air hujan menjadi layak konsumsi. Air hujan sendiri memiliki karateristik asam dan kotor terlebih jika di kawasan industri. Sederhananya 1 liter air hujan akan disetrum selama 1 jam, setelah itu sudah bisa langsung dikonsumsi.Menurut Sodik ada dua kelebihan dengan memanfaatkan teknis elektrolis untuk air hujan, pertama dapat menambah Ph air, kedua bisa mengurangi kepadatan terlarut dalam air.“Ph air layak konsumsi itu 7, kalau air hujan biasanya dibawah 7. Setelah disetrum nanti Ph air hujan bisa meningkat jadi 7, dan itu layak konsumsi. Teknik elektorlis juga bisa mengurangi mineral dalam air. Air yang mineralnya tinggi akan berwarna kekuningan, itu tidak baik untuk tubuh karena bisa mengakibatkan batu ginjal. Nantinya setelah disetrum standar air akan kami sesuaikan Maret 2011 adalah langkah awal Dompet Dhuafa mengelola program Air Untuk Kehidupan. Tujuannya adalah membangun sebanyak-banyaknya titik sarana air bersih di seluruh Indonesia. Namun wilayah yang dinilai sebagai daerah krisis air tidak serta merta langsung mendapat respon.Setidaknya ada lima syarat agar daerah krisis air terlayani oleh program Air Untuk Kehidupan. Pertama memastikan taraf hidup masyarakat yang menghuni wilayah itu. Bila mampu secara ekonomi maka tidak akan diberi bantuan. Kedua daerah tersebut harus merupakan kantong wilayah marjinal dengan jumlah calon penerima manfaat sekurangnya ada 100 kepala keluarga.Syarat berikutnya, agar program bisa berjalan masyarakatnya juga harus bersedia bergotong-royong dalam membangun sarana dan prasarana. Dalam hal ini Dompet Dhuafa secara umum hanya membantu pengadaan kebutuhan material dan bahan pembangunan. Keempat masyarakat bersedia menyediakan sebidang tanah untuk membangun instalasi dan terakhir yang paling penting adalah masyarakat mau menjaga serta memelihara dengan penuh rasa tanggung jawab.Ph air layak konsumsi itu 7, kalau air hujan biasanya di bawah 7. Setelah disetrum nanti Ph air hujan bisa meningkat jadi 7, dan itu layak konsumsi. Teknik elektorlis juga bisa mengurangi mineral dalam air. Air yang mineralnya tinggi akan berwarna kekuningan, itu tidak baik untuk tubuh karena bisa mengakibatkan batu ginjal. Nantinya setelah disetrum standar air akan kami sesuaikan dengan prosedur kesehatan.dengan prosedurt kesehatan,” jelas Sodik.Sodik menuturkan sesuai dengan namanya, “Air untuk Kehidupan”, ketika air sudah layak ia yakin kualitas hidup masyarakat dapat bertambah baik secara ekonomi maupun kesehatan. Efek berantainya kesejahteraan warga bisa menjadi lebih baik. [Aditya Kurniawan]Next >