< PreviousSWARACINTA 82 | DES-JAN 2018ARUS UTAMA20 Di kalangan korporat kegiatan volunteer masih dipandang sebelah mata. Tak jarang kegiatan beraroma kemanusiaan itu hanya dilakoni oleh segelintir karyawan yang memang memiliki jiwa kerelawanan. Namun tidak demikian dengan The Body Shop, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang kosmetik di mana seluruh karyawannya yang berjumlah 1.300 orang aktif dalam kegiatan volunteerism.GM Coorporate Comunication the Body Shop Rika Anggraini mengatakan, The Body Shop dan kegiatan volunteer merupakan dua unsur yang tidak bisa dipisahkan. Bagi perusahaan ini menjadi volunteer merupakan salah satu komponen penting dalam membangun perusahaan yang berkelanjutan, di samping sebagai bentuk inovasi produk dan bisnis proses. Sebagai GM, Rika menginginkan agar kegiatan volunteer dapat menjadi DNA dalam sebuah perusahaan sehingga meski berganti kepemimpinan namun jiwa kerelawanan itu tetap ada.“Sudah menjadi dasar yang diletakan oleh pendiri Body Shop Anita Roddick. Beliau merupakan aktifis HAM dan lingkungan hidup. Ketika mereka mencari partner pemegang waralaba Body Shop di Indonesia Ia ingin seorang yang mencintai lingkungan, karena tanpa itu Setiap Karyawan Wajib Jadi RelawanTidak banyak perusahaan yang peduli dengan dunia kerelawanan. The Body Shop mewajibkan karyawannya menjadi relawan. SWARACINTA 82 | DES-JAN 201821 ARUS UTAMAakan sulit meneruskan apa yang dicita-citakan oleh Anita. Kegiatan volunteer ini yang menjadikan Body Shop di Indonesia lebih maju dari Body Shop di negara lain,” tutur wanita yang hampir 10 tahun menyuntikan semangat kerelawanan di Body Shop.Setiap tahun setidaknya Rika mengajak seluruh karyawannya melakukan kegiatan volunteer selama 3 hari yang diambil saat jam kerja. Kegiatan volunteer sendiri dikatakan Rika telah ada di Body Shop jauh sebelum dirinya bergabung, namun kegiatan tersebut kini semakin bermakna, tersusun secara sistematis, terukur dan terinventarisir dengan baik sehingga Rika dapat memetakan problem apa yang belum tersentuh.Rika mengaku tak semua karyawan yang bekerja di Body Shop memiliki pemahaman yang sama terhadap dunia kerelawanan. Untuk itu di awal-awal gerakan volunteerism Rika menyiasatinya dengan kegiatan yang menarik dan mudah dilakukan. Tak jarang Rika juga harus memberikan hadiah dan pengakuan terhadap salah satu karyawan yang berhasil menghasilkan sesuatu dalam tiap kegiatan volunteerism.Menyikapi jumlah karyawan di Body Shop yang semakin banyak, Rika turut menekankan supaya pegawai Body Shop yang berada di daerah luar Jakarta tetap melakukan volunteerism dengan menggandeng LSM setempat dengan tema yang senada. Ada pun tema volunteerism yang dihusung Body Shop, dikatakan Rika tak jauh-jauh dari isu lingkungan hidup. Kendati di bawah payung tema lingkungan hidup, Rika juga kerap mengarahkan karyawannya melakukan volunteerism di bidang kemanusiaan, pendidikan, kemiskinan, kewanitaan dan bencana alam.Contohnya, aksi menanam 200 mangrove di pantai Karawang Jawa Barat dan Pulau Tikus Bengkulu merupakan salah satu dari segudang aksi volunteerism yang digalakan Rika. Dalam aksi tersebut Body Shop menggandeng Dompet Dhuafa dalam bingkai gerakan Sedekah Pohon.“Setiap kegiatan volunteerism kami selalu mengajak lembaga non profit salah satunya Dompet Dhuafa. Kemarin kami bersama Dompet Dhuafa lakukan penanaman mangrove dan bersih-bersih pantai di sana,” ujar Rika yang telah lima tahun mempercayai Dompet Dhuafa sebagai partner dalam gerakan menyemai kebaikan.Dibidang bencana alam, Body Shop mengajak seluruh volunteernya untuk peduli terhadap letusan Gunung Agung di Bali. Kepedulian itu Rika tunjukan dengan membagikan masker khusus anak-anak yang sengaja ia datangkan dari Singapura. Untuk tahun ini, Body Shop memiliki dua tema volunteerism, pertama Rika mengaku tengah menggalang petisi dengan cara mengumpulkan 300 ribu tanda tangan perihal penolakan uji coba kosmetik terhadap hewan. Petisi tersebut dikatakan Rika bakal ia ajukan ke Badan PBB yang mengurusi problem tersebut. Sedangkan tema kedua, tetap berpatokan pada khittah yakni tentang lingkungan dengan cara melakukan penanaman pohon. Dari sederet aksi volunteerism yang dilakukan Body Shop, Rika mengaku paling terkesima dengan aksi yang ia lakukan di Jatinegara, Jakarta Timur.“Waktu itu kami lakukan kampanye stop perdagangan pekerja seks komersial (PSK) Di sana kami lakukan pembinaan kepada beberapa mantan PSK untuk belajar menyalon dan alhamdulillah sekarang sebagian dari mereka sudah ada yang mandiri membuka usaha salon,” ujar wanita kelahiran Padang, 50 tahun silam itu.Di luar volunteerism yang betema lingkungan, Rika juga menganjurkan karyawannya untuk menunjukan skill masing-masing. Dengan keahlian tersebut Rika mengajak karyawannya untuk menjadi volunteer di Program Pendidikan khusus anak-anak pemulung yang diinisiasi oleh Body Shop. Rika berharap, dengan adanya kegiatan volunteerism, seluruh karyawan dapat lebih termotivasi dan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam bekerja. Di luar itu, dengan diadakannya gerakan volunteerism karyawan juga bisa menjadi lebih loyal terhadap perusahaan.“Ini bisa menjadi penilaian kepada karyawan untuk promosi dan bila semakin banyak individu yang menunjukan kemampuannya dalam bervolunteer maka akan semakin banyak orang yang dimandirikan,” tukas wanita S1 Hubungan Internasional Universitas Jayabaya tersebut. [Aditya Kurniawan]SWARACINTA 82 | DES-JAN 201822 ARUS UTAMARasa haru seketika menyelimuti wajah Sjarif Darmawan ketika dirinya dipercaya oleh Dompet Dhuafa untuk berangkat ke Cox’s Bazar, Bangladesh. Di bawah payung Indonesia Humanitarian Alliance (IHA), Sjarif mengemban tanggung jawab sebagai komandan Tim 1 C. Sebagai seorang dokter ahli bedah, tak pernah terbayang sebelumnya oleh Sjarif akan melayani pasien pengungsi Rohingya bersama 7 tenaga medis lain dari LAZ yang berbeda. “Saya pergi dari 4 Oktober sampai 19 Oktober 2017. Sebagai relawan, pengalaman yang paling berharga adalah ketika saya menemukan rasa ukhuwah antar dokter dari NGO yang berbeda. Selama berpuluh tahun saya kenal ukhuwah hanya lewat teori, namun kalau kita praktek turun ke lapangan langsung maka hal itu akan terasa sempurna. Cukup turun di satu lapangan, maka seribu ukhuwah saya rasakan,” ucap pria jebolan Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran tersebut.Bagi ayah dua orang anak ini, menjadi dokter tak sebatas menyembuhkan pasien, namun ia juga dituntut, harus berguna bagi masyarakat luas. Untuk itu, sejak dirinya diberi tawaran untuk bekerja di Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa (RST), Sjarif langsung bersedia pindah kendati saat itu ia telah menjadi dokter di salah satu Rumah Sakit Swasta di Jakarta yang selevel dengan RS Mount Elizabeth di Singapura.Sjarif mengaku meski penghasilannya terpangkas, namun ia merasa bersyukur dan bahagia karena dapat melayani pasien dhuafa. Sjarif percaya, bila dirinya mengejar kepentingan akhirat maka dunia akan mengikutinya.“Satu jasa saya di RS Swasta bila Rasakan 1.000 Ukhuwah ketika Praktik Lapangan dr. SjARIf DARmAWAn Sp.BSWARACINTA 82 | DES-JAN 201823 ARUS UTAMAdi rupiahkan sebanding dengan 6 jasa saya memberikan tindakan di RST. Tapi alhamdulilah keluarga yang awalnya menentang kini malah mendukung karena ini adalah pekerjaan mulia,” terang dokter yang membuka prakter di RST dari jam 8 pagi hingga 4 sore tersebut.Di luar itu suasana kekeluargaan antar dokter yang lebih hidup turut membuat Sjarif semakin mantap bekerja di RST. Sejak dirinya lulus jadi dokter spesialis bedah tahun 2008 silam, baru di RST ini ia merasa dihargai dan menerima ucapan terimakasih dari pasien. “Saya melihat keikhlasan dan mendapat kepercayaan dari pasien ketika saya melakukan tindakan. Pasien juga selalu mengucapkan terimakasih. Bagi saya itu adalah rezeki yang tak ternilai. Saya mendapat trust dari pasien,” ujar Sjarif yang pernah bergabung di LKC DD tahun 2001 silam.Sjarif pun selagi masih dinas di LKC pernah menjadi relawan baksos ke daerah marjinal dan pelosok seperti Teluk Naga dan Mauk, Tangerang. Sebagai dokter yang diterjunkan untuk menjadi relawan kemanusiaan Sjarif mengaku banyak keajaiban yang ia temui, salah satunya saat ia bertugas di Cox’s Bazar. Di sana aksi Sjarif bersama tim sempat terganggu karena keterbatasan obat-obatan.Di tengah kebingungan tersebut, tanpa diduga-duga Sjarif didatangi oleh seorang pria tua asal Negara Kanada yang tanpa basa-basi langsung memberikan tabungannya. Donasi tersebut lantas digunakan Sjarif untuk membeli obat-obatan guna memenuhi kebutuhan pasien dari kalangan pengungsi Rohingya.“Keajaiban tak hanya di situ. Saat saya sedang di loby hotel saya juga bertemu seorang pria warga negara Brunei Darusalam yang mendonasikan uangnya untuk dibelikan obat. Militer Bangladesh juga mempercayai kami, mereka menyumbangkan obat-obatan ke kami untuk warga Rohingya,” kenang pria kelahiran Jakarta 26 Maret 1976 tersebut.Dengan didasari rasa ukhuwah tadi, Sjarif pun selama menjadi dokter relawan di Cox’s Bazar dapat bertukar pandangan dan berbagai pengalaman terkait masalah medis dan kemanusiaan dengan dokter asal Turki, Malaysia dan beberapa dokter dari negara-negara muslim. Sjarif bersyukur berkat Dompet Dhuafa bersama RST dirinya bisa memaksimalkan kemampuannya sebagai dokter untuk membantu warga Rohingya di Bangladesh. Sjarif berharap, ke depan bisa dilibatkan untuk terjun ke area-area yang membutuhkan pertolongan medis melalui organ-organ Dompet Dhuafa seperti DMC dan LPM.Kepada Swara Cinta Sjarif mengungkapkan harapannya, agar citra ia sebagai dokter tak hanya ada di rumah sakit saja, tetapi juga di tempat lain seperti di lokasi pengungsian atau bencana alam. [Aditya Kurniawan] Saya melihat keikhlasan dan mendapat kepercayaan dari pasien ketika saya melakukan tindakan. Pasien juga selalu mengucapkan terimakasih. Bagi saya itu adalah rezeki yang tak ternilai. SWARACINTA 82 | DES-JAN 201824 ARUS UTAMABanjir besar menggenangi Jakarta, tahun 2010, merupakan kenangan yang tak terlupakan oleh Ade Indra Saputra, 45 tahun, warga Cawang, Jakarta Timur. Saat itulah awalnya Ia bergabung menjadi relawan Disaster Management Center Dompet Dhuafa (DMC DD). Sejak saat itu pula Ade dipercaya DMC menjadi penanggung jawab atau Koordinator Relawan Banjir Ciliwung, Jakarta Timur. Menurut Ade, dengan sistem pemetaan respon bencana yang diterapkan DMC, penanganan respon menjadi sangat efisien. Sistem tersebut, memudahkan Ade melakukan koordinasi membantu korban bencana di wilayah tanggung jawabnya.Menurut Ade, menjadi relawan di bidang kebencanaan tak hanya sebatas menolong sesama. Baginya seorang relawan juga harus bisa memanusiakan manusia. Prinsip ini selalu ia terapkan, saat merespon dan mengevakuasi korban bencana alam. Ketika ditemui Swara Cinta di kediamannya, Ade menuturkan jiwa relawan di bidang kebencanaan sudah tumbuh dalam dirinya sejak ia masih duduk di bangku SMA. Bak gayung bersambut, menjelang tahun 2008 Ade mendaftarkan diri menjadi Relawan Dompet Dhuafa. “Seperti banjir di Cipinang Melayu, kami lihat pengungsi kesulitan akses air bersih untuk mencuci baju. Di situ kami cetuskan untuk membentuk layanan laundry gratis dan alhamdulillah direspon oleh DMC. Meski skalanya kecil tapi manfaatnya besar,” ujar lulusan D3 Hukum di Universitas Bung Karno tersebut.Selain senang dapat membantu korban bencana, dengan menjadi relawan Ade mengaku dapat merasakan kepuasan batin yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Meskipun dirinya banyak berkecipung di dunia relawan dan kebencanaan, bukan berarti dirinya lepas tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Menurut ayah 4 orang anak itu dunia kerelawanan sekarang ini sudah semakin maju. Baik dari sudut undang-undang maupun kesejahteraan. Sejak menjadi volunteer DMC, pahit manis sudah ia rasakan mulai dari sulitnya menjangkau korban, mis komunikasi hingga mesti turun merespon di saat jam istirahat. Namun semuanya dapat Ade lalui dengan penuh semangat kerelawanan. [Aditya Kurniawan]Tak Kenal Lelah Bantu SesamaSWARACINTA 82 | DES-JAN 2018HARI Sabtu seharusnya menjadi hari libur bagi Hutomo Sulaksono, namun sedari hari Jumat, pria yang akrab disapa Tomo itu, sudah kadung sibuk dengan pelbagai perkakas untuk merenovasi ruangan sekolah Uswah Mulya di Cibuntu, Bandung Kulon, Jawa Barat.Ketika Sabtu tiba, Tomo yang biasanya leyeh-leyeh di rumah kini harus berjibaku dengan cat, kuas, palu dan masih harus menggeser-geser meja. Tomo bersama relawan lain pun berhasil mengubah warna dinding sekolah tersebut.Tomo kali ini ikut menjadi relawan dalam rangkaian kegiatan Cuti Berbagi 4, Dompet Dhufa. Tomo selain menjadi relawan di Cuti Berbagi itu, juga tercatat menjadi donatur tetap Dompet Dhuafa sejak tahun 2015.”Dari sudut pandangan saya sebagai donatur, program cuti berbagi yang diadakan Dompet Dhuafa sangat menarik dan jelas sangat menolong anak-anak Cibuntu, Bandung yang taraf pendidikan masih sangat rendah,” ujar pria kelahiran Bandung 29 tahun silam itu.Tomo mengaku sengaja mengikuti Program Cuti Berbagi bersama Dompet Dhuafa lantaran program tersebut memiliki manfaat yang luas bagi masyarakat, ketimbang dirinya hanya plesiran saat akhir pekan. Bukan kali ini saja ikut menjadi relawan di Dompet Dhuafa, Tomo juga aktif menjadi relawan saat Dompet Dhuafa menggelar Kurbanesia di Lombok, NTT.“Kali ini jiwa kerelawanan saya kembali tergerak ketika melihat bangunan fisik sekolah Uswah Mulya yang sangat memprihatinkan. Kendati tak bisa memberikan materi dalam jumlah besar, setidaknya saya bisa menyumbangkan tenaga membantu merenovasi sekolah yang berada di gang sempit ini, “ ungkap karyawan design grafis di Jakarta ini.Selain senang dapat membantu sesama, dalam kegiatan cuti berbagai kali ini Tomo juga mengaku gembira karena bisa bertukar pandangan dengan teman-teman relawan lainnya. Tomo berharap kegiatan cuti berbagi dapat menunjang kegiatan belajar mengajar khususnya untuk meningkatkan taraf pendidikan anak dan mengubah citra kawasan Cibuntu yang selama ini terkesan negatif. [Aditya Kurniawan]Karena Ingin Berbagi ManfaatHUTOMO SULAKSONO...program cuti berbagi yang diadakan Dompet Dhuafa sangat menarik dan jelas sangat menolong anak-anak Cibuntu, Bandung yang taraf pendidikan masih sangat rendah25 ARUS UTAMASWARACINTA 82 | DES-JAN 201827 ARUS UTAMABAGI Arby’in Pratiwi dunia mengajar merupakan hal yang mengasyikkan. Untuk itu ketika dirinya selesai penempatan mengajar dari Sekolah Guru Indonesia (SGI) awal tahun 2017 silam, Arby sengaja melamar menjadi relawan di Sekolah Literasi Indonesia (SLI) bentukan Lembaga Pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa. Usai digembleng selama beberapa bulan, Arby pun ditempatkan di kawasan Bandung Kulon, Jawa Barat.Sebagai relawan yang ditempatkan di kawasan Bandung, ia diberikan tanggung jawab untuk menginisiasi Sekolah Uswah Mulya di Cibuntu dan menjadi pendamping guru di bilangan Jalan Sunda Kota Bandung. Setiap hari setidaknya Arby harus menghabiskan waktunya dari jam 8 pagi hingga 10 malam untuk mengajar. “Di Uswah Mulya muridnya dibagi tiga. Ada Paud, Madrasah dan kelas kejar paket di mana total siswanya ada 53 orang,” ujar dara asli Purworejo tersebut.Arby mengaku menjadi relawan adalah panggilan hati. Terlebih, panggilan itu datang untuk membantu meningkatkan taraf pendidikan anak-anak. Menjadi relawan, lanjut Arby, memiliki nilai plus karena ada rasa kekeluargaan yang erat dan rasa berbagi yang terus tumbuh dengan sesama relawan.Sejak menjadi relawan Arby mengaku kini menjadi pribadi yang lebih peka terhadap permasalahan di masyarakat. Ia semakin mengenal dan memahami apa yang dikeluhkan masyarakat marjinal. Di matanya, relawan merupakan wadah untuk memperbanyak relasi dan sarana berbagi ilmu kepada masyarakat luas.“Mencari materi adalah hal biasa. Tetapi bila kita bisa melakukan kegiatan sosial membantu masyarakat maka ada hal lebih yang bisa kita rasakan,” jelasnya.Selama menjadi relawan, Arby selalu membangun karakter anak-anak dengan MULYA, yakni; Mandiri, Unggul, Literasi, Yakin dan Amanah. Meskipun Arby seorang wanita dan jauh dari keluarga, namun dirinya telah mendapat dukungan dari kedua orang tua untuk menjadi relawan, selama itu bertujuan baik. [Aditya Kurniawan]Relawan Mengajar itu MengasyikanSWARACINTA 82 | DES-JAN 2018ARUS UTAMA28 ARUS UTAMAJARUM jam menunjukkan pukul 10 pagi. Kendati waktu solat dzuhur masih 2 jam lagi, namun sekitar 300 narapidana yang akrab disebut ‘santri’ itu, sudah memenuhi mushalla Lapas Kelas II A Bulak Kapal Bekasi, Jawa Barat. Di dalam mushalla seluas 20 x 15 meter itu para santri khusyuk merapalkan ayat-ayat suci al quran. Tangannya mengadah mengharap berkah. Setengah jam kemudian giliran penceramah memberikan tausyiah.“Kita harus ikhlas, kita harus bisa merelakan masa lalu. Semoga kita bisa menjadi manusia baru,” ujar Abdul Azizi di hadapan para santri yang beristighfar saat mendengar tausyiahnya.Bagi ustad yang akrab disapa Aziz tersebut, memberikan tausyiah di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sudah menjadi kewajiban sejak dirinya menjadi volunteer Lembaga Pelayan Masyarakat Dompet Dhuafa (LPM DD) 2013 silam. Selain di Lapas Kelas II A Bulak Kapal Bekasi, Aziz juga rutin menyampaikan tausyiah di Lapas Kelas III Cikarang Pusat, Kabupten Bekasi.Aziz bersedia menjadi volunteer LPM lantaran masih banyak saudara muslim yang membutuhkan siraman rohani namun tidak mendapatkan akses yang luas. Aziz bersyukur, berkat LPM dirinya bisa berbagi ilmu agama ke dalam lingkungan yang belum tersentuh ajaran agama seperti di Lapas Bulak Kapal Bekasi.“Adanya program LPM ini, alhamdulilah saya bisa masuk ke tempat yang belum tersentuh, seperti LP, karena untuk berdakwah di LP, prosedurnya sulit dan risikonya tinggi. Tapi alhamdulilah, adanya LPM saudara kita di dalam LP ini akhirnya bisa mendapatkan akses untuk memperdalam ilmu agama mereka dan berjalan lancar,” ujar Aziz yang tiap 2 kali dalam sepekan memberikan tausyiah di dalam Lapas.Aziz mengaku, awalnya tak mudah menjadi penceramah di dalam Lapas. Supaya materi yang disampaikan diterima baik oleh para santri, setidakya Aziz harus pandai-pandai memilih kalimat yang halus. “Tidak menjustice dan tidak juga memvonis, tetapi lebih banyak memotivasi dengan harapan, setelah keluar dari LP dapat menjadi manusia yang lebih baik,” pungkasnya. [Aditya Kurniawan] Agar Warga Binaan Relakan Masa LaluNext >